Abraham Accords, Satu Langkah Dua Kehendak Terlampaui, Mungkinkah?

Suara Netizen Indonesia–Putra Mahkota Arab Saudi , Pangeran Mohammed bin Salman ( MBS ), mengatakan negaranya ingin melakukan normalisasi hubungan dengan Israel melalui Abraham Accords yang digagas Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump . Tetapi, MBS menegaskan bahwa status negara Palestina menjadi kunci dalam terjalinnya hubungan dengan Israel, untuk itu diperlukan “jalan yang jelas” menuju pembentukan negara Palestina, sebelum normalisasi bisa dilakukan.

 

Pernyataan ini disampaikan MBS di Ruang Oval Gedung Putih saat dirinya bertemu Trump pada Selasa (18/11) waktu setempat, dengan kata lain MBS ingin menjadi bagian dari Abraham Accords di satu sisi, di sisi yang lain ingin solusi dua negara untuk Palestina dan Israel (detiknews.com, 19-11-2025).

 

Sungguh mengenaskan, berapa persen kemungkinan keberhasilan keinginan MBS itu? Sementara Abraham Accords sendiri dipuji oleh Trump dan Netanyahu sebagai kemenangan diplomasi gemilang, karena berhasil mengatur perjanjian normalisasi antara negara-negara Arab dan Israel. Bergabungnya Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko menjadi negara-negara Arab pertama yang bergabung dengan perjanjian itu tahun 2020 lalu, disusul Khazakstan menunjukkan betapa lemahnya para pemimpin muslim pada masa jabatan pertama Trump.

 

Bahkan Saudi dikatakan banyak pihak akan menjadi “hadiah” lebih besar dikarenakan statusnya sebagai penjaga dua situs suci agama Islam dan pengaruhnya di dunia Arab dan Islam. Perkataan MBS seolah angin lalu, tak berpendirian teguh dan lemah secara politik. Bagaimana mungkin Saudi yang berkali-kali menegaskan tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel tanpa adanya negara Palestina, namun dengan sadar tetap bergabung dengan Abraham Accords dan sepakat solusi dua negara?

Baca juga: 

Hari Toleransi Internasional, Keberagaman Modal Pembangunan

 

Apakah MBS tak melihat bagaimana Netanyahu telah lama menentang solusi dua negara, bahkan kini, dengan pemerintahan dan dukungan sayap kanan pendukungnya, menginginkan secara nyata Tepi Barat? Perjanjian gencatan senjata samasekali tak digubris, hingga memasuki musim dingin ini, rakyat Gaza tetap menderita dengan diblokirnya berbagai bantuan yang masuk oleh Israel.

 

Terlebih Pemerintahan Trump telah menegaskan akan mengambil alih Jalur Gaza yang dilanda perang, setelah warga Palestina yang tinggal di area itu direlokasi di tempat-tempat lainnya dan akan mengembangkan Jalur Gaza secara ekonomi. Sungguh sangat disayangkan jika MBS tetap keukeuh dengan niatannya. Karena pasti akan menemui jalan buntu, hari ini AS posisinya di atas angin disebabkan Abraham Accords sendiri telah melegalkan bergabungnya negara muslim lainnya dan tunduk dengan arahan apapun dari AS.

 

Sejatinya, Palestina Butuh Persatuan Kaum Muslim

 

Apa yang dilakukan MBS sejatinya adalah syarat di atas syarat, yang samasekali tidak memiliki kekuatan politik. Sama dengan ucapan Presiden Prabowo, akan mengakui Israel sebagai negara jika Palestina dimerdekakan ( dengan solusi dua negara) Padahal AS dan Israel tak mengenal kata itu, mereka hanya paham bahasa perang dan penjajahan. Justru pernyataan MBS menunjukkan pengkhianatan yang nyata atas kaum muslim dan tanah Palestina yang juga milik kaum muslim.

 

Rasulullah saw. Bersabda, “Tidaklah seseorang (muslim) menelantarkan seorang muslim lainnya di tempat di mana kehormatannya dilanggar dan direndahkan, melainkan Allah akan menelantarkan dia di tempat di mana dia sangat ingin mendapatkan pertolongan”. (HR Abu Dawud, Ahmad, dan yang lainnya).

Baca juga: 

Abraham Accords, Simpul Penjajah Cerai Beraikan Muslimin

 

Seharusnya kita takut dengan ancaman Rasûlullâh di atas, bagaimana kita kelak mempertanggungjawabkan diamnya kita di hadapan penguasa kafir? Belum saatnyakah kaum muslim bersatu padu, dengan akidah Islam sebagai pengikatnya? Jika dahulu Rasûlullâh dan para sahabat bisa mewujudkannya, para Khalifah selanjutnya pun bisa pastikan kita hari ini bisa.

 

Khilafah Junnah Kaum Muslimin

 

Dalam pandangan Islam, jelas telah terjadi penjajahan di atas negeri Palestina. Para ulama telah bersepakat, ketika penjajahan jelas terjadi, kaum muslim berkewajiban jihad fî sabilillah untuk mengusir para penjajah.

 

Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi (620 H) menyatakan bahwa jika kaum kafir menduduki suatu negeri kaum Muslim maka penduduk negeri itu wajib memerangi kaum kafir tersebut. Jika mereka tidak mampu maka kewajiban itu meluas kepada kaum Muslim yang ada di negeri sekitarnya (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, 9/228).

 

Imam an-Nawawi (676 H) juga menyatakan bahwa jika kaum kafir menguasai sebagian negeri kaum Muslim maka seluruh kaum Muslim wajib mengorbankan jiwa demi membebaskan negeri mereka itu (An-Nawawi, Ar-Rawdhah, 10/216).

 

Dan tidak ada lagi cara terbaik berkasih sayang terhadap derita penduduk Gaza , selain jihad fî sabilillah mengusir Israel, bukan malah sebaliknya mengakui eksistensi negara zionis atau menerima syarat di atas syarat.

Baca juga: 

Ancaman Masa Depan Generasi Bangsa, Sekulerisme!

 

Kewajiban jihad fi sabillah ini diperintahkan Allah SWT. Tentu tidak bisa diabaikan begitu saja oleh para penguasa muslim. Terlebih MBS adalah pemimpin negara dimana ada dua tempat suci yang semestinya dijaga dari menghinakan diri di hadapan penjajah. Sayangnya, para pemimpin muslim hari ini lebih memilih tunduk pada keputusan Barat, termasuk PBB. Mereka menyerahkan loyalitas mereka kepada pihak-pihak yang sebenarnya terlibat dalam penyembelihan Palestina.

 

Padahal sangat jelas Allah swt. Melarang kaum muslim untuk condong kepada para pemimpin zalim yang membiarkan kezaliman terus berlangsung di Gaza. Sikap condong kepada para pemimpin zalim sama artinya dengan menyetujui kezaliman mereka.

 

Allah SWT telah memperingatkan dalam firmanNya yang artinya, “Janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zalim sehingga kalian nanti akan disentuh oleh api neraka”. (TQS Hud : 113). Saatnya berbenah, berjuang lebih keras lagi memahamkan umat Islam, terkhusus para pemimpin negeri muslim untuk bersatu, bangkit, dan berjuang melepaskan penjajahan zalim ini dengan menerapkan syariat kafah. Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *