Deklarasi Istiqlal-Vatikan, Sesat Pikir Sistem Sekuler 

Suara Netizen Indonesia–Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar tiba di Tanah Air usai menghadiri Forum Internasional untuk Perdamaian “Daring Peace” di Vatikan, Roma. Dalam forum lintas agama dunia tersebut, Menag berkesempatan bertemu langsung dengan Paus Leo XIV dan sejumlah pemimpin agama global untuk membahas tindak lanjut Deklarasi Istiqlal-Vatikan.

 

Deklarasi Istiqlal-Vatikan pertama kali ditandatangani di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada September 2024, saat kunjungan mendiang Paus Fransiskus ke Indonesia. Dokumen bersejarah itu ditandatangani oleh mendiang Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar (tribunnews.com,31-10-2025). 

 

Nasaruddin merasa senang karena Indonesia sebagai inisiator untuk Deklarasi Istiqlal-Vatikan,” sekaligus  penciptaan sejarah baru untuk kemanusiaan. Tidak ada lagi perang suci, yang ada adalah kedamaian suci. Dan ini adalah peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat peran di kancah dialog antaragama dunia. Banyak pemimpin agama berharap Indonesia menjadi pusat inisiatif perdamaian global karena memiliki pengalaman panjang dalam mengelola keragaman, dan itu adalah modal besar untuk berkontribusi di tingkat internasional. 

Baca juga: 

Family Office, Menggaet Investasi Asing Keluarga Ultra Kaya

 

Desember 2025, Vatikan berencana melakukan kunjungan ke Indonesia, untuk membahas langkah konkret lanjutan. Agenda utama meliputi tiga isu besar: dehumanisasi, situasi pascaperang, dan penyelamatan lingkungan hidup. Inilah sebuah kerja sama  konkret, tidak hanya simbolik. Indonesia dan Vatikan punya komitmen yang sama untuk memperkuat perdamaian, toleransi, dan keadilan sosial. 

 

Kiprah Kemenag Untuk Siapa? 

 

Rektor Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi (UIN STS Jambi), Prof. Dr. H. Kasful Anwar, M.Pd., menyatakan bahwa sosok Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A. sangat layak untuk diusulkan sebagai calon penerima Nobel Perdamaian. Karena kiprah Nasaruddin Umar sebagai ulama moderat dan pejuang kemanusiaan telah memberikan teladan yang patut diacungi jempol.  

 

Apa yang dilakukan Prof. Nasaruddin Umar adalah membangun dialog antar-agama, memperkuat nilai inklusivitas, dan menjadikan Islam sebagai rahmatan lil-‘alamin. Sebagai ulama juga terbukti menjembatani dialog lintas iman, bukan melalui wacana normatif, tetapi melalui tindakan nyata dan pertemanan spiritual. (Sevima.com, 30-10-2025). 

 

Kemenag kita memang beda, meski masih melanjutkan apa yang dilakukan pendahulunya, menjalin hubungan mesra dengan kafir , bahkan Israel. Namun kali ini lebih nyata, melakukan lawatan ke negeri-negeri kafir atas nama perdamaian dan penghubung dialog antar agama. Pertanyaannya, semua kiprah itu untuk siapa? Benarkah ini manifestasi dari Islam Rahmatan lil Aalamin?

 

Masalah dunia pun difokuskan pada dehumanisasi, situasi pascaperang, dan penyelamatan lingkungan hidup dan harus mulai diinisiasi solusinya dengan nilai agama. Mengapa hanya mengambil nilai dan bukannya penerapan Islam kafah? Ya karena konteksnya adalah damai ala beragam agama. Dan Indonesia begitu bangga bisa menjadi inisiator perdamaian karena sudah banyak pengalaman panjang mengelola keberagaman? Apakah itu artinya Islam sebagai sumber masalah mengingat jumlah muslim di Indonesia adalah mayoritas?

 

Apa yang dilakukan kemenag sungguh berbahaya, ia mencitrakan Islam sebagai Rahmatan lil aalamin hanya sebagai slogan semata. Tiga hal yang disebut sebagai persoalan dunia sejatinya hanya dampak dari penerapan sistem sekuler. Ini yang tidak disentuh, padahal sumber pokok permasalahan dunia,  maka yang terjadi malah  menjadikan Islam layaknya kain pel untuk membersihkan apa yang sudah dirusak oleh sistem sekuler. 

 

Baca juga: 

Magang Berbayar Fresh Graduate , Solusi Sejahtera Kapitalisme

 

Sekuler adalah pemisahan agama dari kehidupan. Semestinya, bukan dialog antar agama yang dikedepankan melainkan seruan untuk kembali pada pengaturan Islam sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh Rasulullah, Khulafaur Rasyidin dan Khalifah-khalifah selanjutnya. Berbagai sistem yang ada seperti Sosialisme dan Kapitalisme terbukti gagal mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan sebagai akibat asasnya sekuler, maka jelas hanya sistem Islam yang mampu menjawab tantangan global tersebut. 

 

Kemenag sebagai representasi agama Islam semestinya menjadi lembaga yang mengawal penerapan Islam secara menyeluruh (kafah). Bukan justru menggalang simpati dari agama lain. Wawasan global yang dimiliki haruslah menggambarkan betapa Islam adalah solusi universal bagi semua persoalan dunia. 

 

Perang tak akan berakhir dengan deklarasi Istiqlal-Vatikan yang boleh dikatakan hanya berisi kesepakatan kosong tanpa makna. Kita bisa lihat Sudah dan Gaza yang mengalami penyiksaan, sejatinya adalah adanya campur tangan Amerika dan Inggris yang saling berebut pengaruh untuk penguasaan atas kekayaan negeri-negeri muslim. Dan agar kesadaraan kaum muslim hilang seiring dengan konflik dan perang saudara yang berkecamuk. 

 

Dari sisi mana deklarasi itu akan memperbaiki? Pun jika kita bicara perubahan iklim, jelas bukan karena Islam sehingga kembali Islam harus membersihkan dampaknya. Kerakusan negara pengemban kapitalisme lagi-lagi biang keroknya. Apalagi jika bicara dehumanisasi, contoh nyata ada di Sudan dan Gaza hari ini. Bagaimana dunia global dibuat Islamopobia terhadap aktifis Islam yang menyerukan syariat dalam agamanya. Sedangkan mereka yang mengusung pluralisme, perilaku menyimpang justru mendapat tempat hingga pengakuan Hak Asasi Manusia

 

Saatnya Islam Memimpin Dunia

 

Menjadi juru damai mengatasnamakan Islam untuk berbagai keragaman, bahkan mereduksi makna Islam Rahmatan lil aalim sebatas nilai agama dan bukan wajib diterapkan sebagai hukum di atas hukum apapun di dunia, adalah sungguh sebuah perbuatan khianat terhadap Islam sendiri. Sebab Allah swt berfirman, “Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia.” (TQS Al-An:am : 70). 

 

Islam itu tinggi, dan tak ada lagi yang menyamai, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,  “Islam itu tinggi, dan tidak ada yang akan dapat mengatasi (mengungguli) ketinggiannya (agama Allah ini),” (HR.Imam Ad-Daruquthni). Maka, sebagai seorang muslim yang taat dan tunduk kepada Allah, akan fokus pada perjuangan penegakkan Khilafah, karena hanya Khilafah yang mampu mewujudkan Rahmatan lil aalamin. Perdamaian sejati. 

 

Dimana manusa dimanusiakan, yaitu menjadi hamba Allah sebagaimana tujuan penciptaan manusia itu sendiri. Kaum muslim tak boleh lengah sedikitpun dengan narasi-narasi menyesatkan sebagai hasil dari pemikiran sekuler. Wallahualam bissawab. [SNI].

Artikel Lainnya

Pengelolaan Tanah Terlantar oleh Negara dan Harapan Pengentasan Kemiskinan

Penarikan tanah terlantar bisa menjadi celah pemanfaatan tanah bagi oligarki. Ini berarti kesempatan masyarakat miskin untuk berkembang semakin kecil. Rakyat kembali menjadi korban, sementara pengusaha mendapat kemudahan. Di sisi lain, pengelolaan tanah selalu dikaitkan dengan ketersediaan anggaran, seolah kepemilikan tanah hanya bermanfaat jika menguntungkan secara finansial. Padahal, tanah adalah sumber kehidupan. Tidak seharusnya tanah tunduk pada kepentingan bisnis dan investor.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *