Jaminan Stabil Pangan, Beras SPHP Meluncur

Suara Netizen Indonesia–Mulai Rabu, 17 September 2025, Pemkab Sidoarjo menggelar operasi pasar beras lewat program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sebagai upaya menstabilkan harga dan pasokan pangan. Dengan program ini, masyarakat bisa membeli beras SPHP kemasan 5 kg seharga Rp 55 ribu di balai desa atau kelurahan setempat (dutadiindonesia.com, 16-9-2025).

 

Bupati Sidoarjo H. Subandi menegaskan bahwa program ini merupakan bagian dari kebijakan nasional SPHP yang perlu disukseskan bersama. Ia juga mewajibkan ASN dan pegawai BUMD membeli beras SPHP dengan harga Rp 60 ribu per sak sebagai bentuk dukungan. Menurut Subandi, jika penyaluran lancar, masyarakat Sidoarjo tidak akan kekurangan beras.

 

PHP ( Pemberi Harapan Palsu) Jaminan Pangan untuk Rakyat

 

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) fokus menstabilkan harga beras di 214 kabupaten/kota yang naik di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) (kumparan com,2-9-2025).

 

Instrumen pemerintah yang diambil untuk meredam tingginya harga beras dengan cara membanjiri beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) juga bansos beras 10 kg di pasar.

Baca juga: 

Indonesia Pulih, Membangun Kesadaran Politik untuk Perubahan Hakiki

 

Berdasarkan data BPS, produksi beras hingga Oktober 2025 mencapai 31,04 juta ton, surplus 3,7 juta ton dibanding periode sama tahun sebelumnya yang produksinya hanya 28 juta ton. Namun justru harga beras naik di atas HET, menurut Mentan Amran fenomena ini sebagai anomali yang tidak hanya terjadi pada beras tetapi juga komoditas lain seperti minyak goreng, ayam, dan telur.

 

Maka operasi pasar telah dilaksanakan melalui 4.000 titik di seluruh Indonesia yang mencakup 7.282 kecamatan. Pemerintah menyiapkan 1,3 juta ton beras untuk program Stabilisasi Harga dan Pasokan (SPHP), termasuk untuk varian premium yang harganya masih tinggi (tirto.id, 4-9-2025).

 

Namun, Kepala Badan Pangan Nasional ( Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, bantuan pangan berupa beras 10 kg berpeluang dihapus dan tidak ada lagi di tahun 2026, dikarenakan efek dari keterbatasan anggaran di tahun 2026.

 

Kedua program itu memang disebut sebagai langkah intervensi pemerintah menahan laju kenaikan harga beras. Bedanya, bantuan pangan diberikan gratis kepada masyarakat berpendapatan rendah yang jadi penerima manfaat. Sedangkan beras SPHP dijual komersial dengan harga yang ditetapkan pemerintah lebih murah dari beras medium-premium (cnbcindonesia.com,4-9-2025).

 

Pupus sudah harapan rakyat karena PHP (Pemberi Harapan Palsu ) pemerintah terhadap jaminan pangan yang murah dan berkualitas. Padahal, beras adalah makanan pokok rakyat Indonesia, sangatlah aneh jika ketersediaannya berlimpah namun rakyat tak bisa membeli. Hingga harus diadakan program beras SPHP, berbayar pula.

Baca juga: 

Peningkatan Kelembagaan Haji, Akankah Lebih Baik?

 

Belum lagi dengan kualitas beras SPHP yang sangat kurang, hingga Wakil Bupati Sidoarjo Mamik Idayana di akun Ignya turut mengkampanyekan program ini dengan membuat tutorial memasak beras SPHP agar tetap pulen dan lezat. Jika kualitas tidak baik mengapa harus dipaksakan? Toko ritel pun enggan menjualnya meski terbilang murah. Lagi-lagi karena alasan keterbatasan dana, untuk rakyat seadanya, sedang wakil rakyat bisa mendapatkan jatah beras hingga Rp20 juta setiap bulannya.

 

Kapitalis Gagal Jamin Kesejahteraan Rakyat

 

Apa yang diinginkan rakyat sangatlah sederhana, yaitu terpenuhinya kebutuhan pokok dari sandang, pangan, papan, pendidikan ,kesehatan hingga keamanan dengan mudah, berkualitas dan murah, bahkan gratis. Untuk negara sebesar Indonesia tentu bukanlah hal yang sulit, dulu Indonesia pernah terkenal dengan julukan negara agraris. Pertaniannya maju swasembada beras pun menjadi unggulan.

 

Artinya di sini ada kesalahan urus. Pemerintah daerah hanya berniat mensukseskan program pusat, sedangkan pusat tak punya cara baku menghadapi tantangan ini. Sistem yang menjadi sandaran operasional negara adalah kapitalisme, sebuah sistem yang mengunggulkan kapital atau modal. Semua hanya fokus pada produksi, tak peduli distribusi.

 

Bulog begitu tambun menyimpan stok beras dari petani, sementara pemerintah pusat tetap membuka kran impor, selain karena tergabung dengan berbagai kerjasama dagang bilateral atu multilateral, juga dalam rangka memenuhi ambisi para investor di bidang pangan. Pemerintah memposisikan diri sebagai pembuat kebijakan, tanpa beranjak menjadi eksekutor. Akibatnya, pemodal untung, rakyat buntung. Sebab beras yang tersimpan terancam tak layak dimakan.

 

Stabilisasi harga beras hanya bertumpu pada beras SPHP jelas tidak akan efektif, ini adalah proyek kesekian antara negara dengan pemodal, yang seharusnya dibenahi adalah jalur distribusi beras dari hulu hingga hilir yang sarat kepentingan berbagai pihak. Beras menjadi barang komoditas, diperjualbelikan dengan harapan untung. Pun negara juga bersikap demikian, negara tidak berdiri menjadi penjamin kebutuhan rakyat menjadi lebih mudah. Sebab, penguasa sebagiannya juga pengusaha.

 

Praktik penguasaan pasar oleh sebagian kecil pengusaha (oligopoli) dalam tata niaga beras inilah yang paling berperan mengerek harga beras menjadi lebih tinggi dibandingkan HET, ini yang semestinya fokus untuk dihentikan. Terlebih pematokan harga barang oleh pemerintah juga turut menghambat mekanisme pasar berjalan norma. Selalu akan menimbulkan praktik curang, mark up harga, penimbunan dan lainnya, semua ingin mengambil untung dari celah kebijakan pemerintah tersebut.

 

Mengapa Islam Bisa Jadi Solusi Hakiki?

 

Jawabannya, Islam bukan sekadar agama yang mengatur ibadah ritual pemeluknya, tapi Islam adalah solusi bagi semua manusia, Islam mengatur bagaimana seorang pemimpin dalam sebuah negara wajib memastikan ketersediaan pangan (beras) di masyarakat dengan harga terjangkau hingga sampai ke tangan konsumen (rakyat), bukan hanya stok di gudang atau pasar.

 

Sebab pemimpin dalam Islam adalah Raa’in sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Imam/Khalifah adalah penggembala (raa’in), dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Jelas, Allah akan melaknat pemimpin yang memimpin rakyatnya tidak sejalan dengan fungsi syariat ini.

Baca juga: 

Kebrutalan Zionis, Buah dari Diamnya Pemimpin Muslim

 

Khilafah, akan mensupport ketahanan pangan sejak dari hulu hingga hilir. Tak hanya membenahi jalur distribusi beras tapi juga memastikan tidak ada praktik yang haram dan merusak distribusi, seperti oligopoli. Kebijakan Khilafah tidak fokus pada menjual beras saja, tetapi menjalankan solusi sistemis mulai dari produksi, penggilingan, hingga distribusi ke konsumen.

 

Khalifah akan mengambil dana atau beras gratis dari Baitulmal bagi rakyat yang kurang mampu secara syar’i misal karena paceklik atau bencana alam sehingga gagal panen dan lainnya. Di sisi lain, Khalifah akan memerintahkan para ahli pertanian, insinyur dan lainnya untuk mengembangkan sain dan teknologi pangan, pertanian dan apapun yang berkaitan dengan pertanian.

 

Khalifah juga akan memberikan tanah-tanah yang terlantar kepada mereka yang sanggup mengelola, memberikan pelatihan, permodalan dan lainnya hingga negara mampu swasembada pangan dan samasekali tidak bergantung pada negara lain, apalagi pada kerjasama-kerjasama dagang yang ternyata menjebak negeri ini pada pasar bebas, padahal kondisi dalam negeri lemah.

 

Bukankah kita semua berharap seluruh kebutuhan pokok terpenuhi tanpa kendala? Islam memberi jawaban, sebagai muslim yang beriman tentu terdepan mengamini dan memperjuangkannya. Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Pemerataan Pembangunan Desa, Akankah Menjadi Realita?

Realitasnya bahwa tak semua desa mampu secara finansial membiayai pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya sendiri. Meski ada program Dana Desa yang konon katanya adalah bentuk perhatian pemerintah nyatanya terselip motif lain yaitu neoliberalisme ekonomi melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh tiap desa di negeri ini. Rupanya dibalik program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa di dasarkan pada untung dan rugi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *