Stimulus di Sana, Genjot Pajak di Sini

Suara Netizen Indonesia–Sungguh merana nasib penduduk Indonesia yang seringkali disebut kelas menengah. Seolah menjadi kelinci percobaan setiap Kali ada kebijakan baru. Merekalah yang paling keras menerima dampaknya.
Dan dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi tetap di level 5 persen, pemerintah menggelontorkan berbagai stimulus ekonomi, bahkan sudah Sejak awal tahun. Hal ini karena komponen penyumbang pertumbuhan ekonomi nasional adalah konsumsi rumah tangga atau biasa disebut kelas menengah ke bawah.
Paket stimulus ini tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas bawah, tetapi juga untuk mendorong daya beli masyarakat kelas menengah. Pada tahap I sudah disalurkan bulan Januari-Februari dan tahap II pada bulan Juni-Ji lalu. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat total anggaran yang digelontorkan untuk pemberian dua paket stimulus ini mencapai Rp 57,4 triliun. Rinciannya, tahap I sebesar Rp 33 triliun dan tahap II sebesar Rp 24,4 triliun (kompas.com, 14-8-2025).
Baca juga:
Kapitalisme, Genjot Obyek Zakat, Catut Zakat
Paket stimulus itu berupa diskon tarif listrik 50 persen, PPN DPT yang dibayar pemerintah untuk pembelian rumah dengan harga tertentu, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), diskon tarif tol, bantuan subsidi upah dan lainnya.
Selain paket stimulus, pemerintah juga mendorong pelaku usaha untuk memberikan diskon belanja saat Ramadhan dan Lebaran maupun libur sekolah. Pemerintah melanjutkan pemberian insentif untuk masyarakat dalam rangka menyambut momentum Natal dan tahun baru (Nataru). Insentif ini diberikan untuk meningkatkan mobilitas masyarakat selama libur Nataru.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemberian insentif tidak akan jauh berbeda dengan stimulus yang pernah diberikan sebelumnya. “Kebijakan mendorong mobilitas masyarakat dan pariwisata akan terus dilanjutkan, termasuk pada periode Natal dan Nataru nanti,” ujarnya.
Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih akan terus menyusun program stimulus ekonomi untuk akhir tahun ini, terutama soal anggarannya yang telah disiapkan. “Untuk Kuartal III, kami masih ada Rp 10,8 triliun stimulus aktivitas ekonomi yang akan terlaksana,” kata Sri Mulyani. Harapan Pemerintah bisa segera mengumumkan insentif selama Nataru agar masyarakat dapat segera merencanakan liburan lebih awal.
Stimulus Ekonomi Seberapa Efektif?
Yang menjadi fokus pemerintah selalu bagaimana meningkatkan daya beli masyarakat, dengan keyakinan jika sudah meningkat, perekonomian terus bertumbuh. Padahal, faktanya, perekonomian semakin melemah, karena beban masyarakat kelas menengah ke bawah semakin berat. Pungutan pajak dan berbagai harga kebutuhan pokok mahal menjadi beberapa faktor yang memberatkan. Kemiskinan pun berlanjut, hingga tingkat ekstrem.
Inilah fakta dampak Dari penerapan Sistem Ekonomi Kapitalisme, Sistem ini hanya fokus pada produksi barang, sementara apakah produk tersebut mampu terbeli masyarakat terabaikan. Ditempuhlah jalur paket stimulus atau lebih dikenal subsidi. Memang jatuhnya lebih murah daripada melakukan penjaminan pemenuhan seluruh kebutuhan pokok masyarakat secara penuh. Dengan cara begini saja, pemerintah sudah boncos.
APBN terengah-engah, ditarget pembiayaan program MBG dan sekolah sekolah rakyat berakibat kementerian keuangan melakukan upaya optimalisasi pendapatan pajak. Anggito Abimanyu, Wakil Menteri Keuangan berjanji tidak akan ada kenaikan pajak di tahun 2026 tapi hanya tindakan optimalisasi. Salah satunya pendisiplinan wajib pajak sekaligus memperbaiki data.
Baca juga:
Gaza, Pelaparan Sistematis dan Momentum Kebangkitan Umat
Masihkan kita tidak percaya, bahwa APBN kita memang sangatlah lemah? hampir 90 persen hanya mengandalkan perolehan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang jumlahnya tak Seberapa, lagi menyiksa rakyat. Sebab tak pandang bulu, kaya atau miskin, mampu atau uzur semua kena pajak.
Ironinya, Sri Mulyani, Kemnkeu kita menyamakan pajak dengan zakat. Dan menyatut istilah syariat, bahwa bagi yang mampu, di dalam hartanya ada hak orang miskin yang itu harus dikeluarkan berupa wakaf, zakat Dan pajak. Toh, pajak nantinya kembali kepada rakyat.
Pajak yang semakin hari semakin naik tarifnya dan luas obyeknya, yang kemudian dipastikan dibagi untuk rakyat sangat kontradiktif, banyak anak sekolah yang harus bertaruh nyawa akses ke sekolah sulit, gedung tak punya, gaji guru rendah dan tidak sejahtera ( itu pun Sri Mulyani masih mempertanyakan haruskah semua negara yang menangggung?), ada anak usia 4 tahun tubuhnya penuh cacing pita hingga koma dan semua menolak permohonan BPJSnya karena tidak ada dana untuk itu. Belum lagi kasus pengemplangan pajak, korupsi dan lainnya.
Ada fasilitas jalan tol tapi bayar, listrik bayar dan hanya dapt subsidi dua bulan, kesehatan mahal, apalagi keamanan. Jangan tanya pula keadilan hukum, para koruptor bebas melenggang, wakil rakyat tak malu menerima siap, Hakim pun tak kalah, malah rekayasa perkara. Dan masih banyak lagi, apakah ini bisa kita katakan sebagai keberhasilan pungutan pajak? Benarkah pajak sudah mampu membiayai semua kebutuhan rakyat?
Pun setelah digaungkan efisiensi anggaran Dari pusat hingga daerah, tetap saja hasilnya tak tahu rimbanya. Pemerintah tetap keukeh membangun Danantara, membangun PSN (Proyek Strategis Nasional) dan lainnya yang samasekali tak menyentuh kebutuhan hakiki rakyat.
Islam Jaminan Sejahtera Dunia Akhirat
Kapitalisme pada akhirnya hanya menunjukkan kelemahannya, sejahtera berhenti di ilusi, bahkan negara atas nama hilirisasi, investasi memberikan privatisasi pengelolaan tambang dan kekayaan alam Indonesia kepada pihak ketiga, swasta asing maupun lokal. Negara lebih tepatnya telah menjadi regulator kebijakan, memudahkan investor asing, bahkan AS dengan kesepakatan terbaru tarif 19 persen bagi Indonesia Dan gratis bagi AS mengakses full tambang tembaga Indonesia Dan tambang lainnya. Kita telah kehilangan kedaulatan. Negeri kita tergadai.
Rasulullah saw.bersabda, “Imam adalah raa’in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari). Rasulullah saw. menggunakan kata raa’in atau penggembala bukan kata malik, sulthan, rais, imam dan sebagainya. Artinya, seorang pemimpin adalah orang yang berkewajiban untuk mengayomi, mengawal, dan mendampingi gembalaannya (rakyatnya).
Maka, negara tidak akan memberikan paket stimulasi saat daya beli menurun atau pertumbuhan ekonomi melambat. Semua harta yang menjadi kepemilikan umum dan negara wajib dikelola oleh negara sendiri. Di sinilah negara membangun industrialisasi selain untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan negara juga akan membuka lapangan pekerjaan bagi Individu rakyat.
Baca juga:
Menghormati atau Tak Ada Solusi Pasti?
Stimulus hanya diberikan kepada yang lemah atau uzur, sepanjang mereka kembali bisa mandiri. Namun jika tidak maka akan mendapatkan santunan dari Baitulmal.
Tidak ada rakyat kelas bawah atau menengah, demikian pula tidak ada penarikan pajak sepanjang tahun. Sebab negara memenuhi kebutuhan pokok yang enam, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan seratus persen, dengan kualitas terbaik dan sesuai dengan kebiaasan hidup masyarakat di suatu wilayah.
Hal demikian bukan karena ada diskriminasi, melainkan maslahat, karena setiap wilayah punya perbedaan cara mereka hidup. Sektor rumah tangga juga bukan bagian terkecil yang akan digenjot agar berdaya ekonomi. Apalagi ide gender yang mengharuskan perempuan berdaya ekonomi agar bisa disebut berguna. Samasekali tidak akan di gunakan dalam Islam.
Ekonomi syariat akan diterapkan, bukan sekadar substantial melainkan dengan tindak nyata seperti haramnya riba, halalnya jual beli, dan bermuamalah hanya dengan akad yang riil, sehingga tidak memicu inflasi akibat tidak ada kesimbangan antara pembelian, distribusi dan konsumsi.
Penerapan Islam kafah adalah bagian dari keimanan kaum muslim sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah 208. Kemudian mengharamkan berhukum pada hukum buatan manusia. Maka, masihkan ada keraguan? Bukankah yang tepat adalah kita memperjuangkan diterapkannya syariat Islam kafah sehingga kita mendapatkan rahmat dan berkah dari Allah SWT? Wallahualam bissawab. [SNI].
[…] Stimulus Disana, Genjot Pajak Disini […]