Pengangguran Sistemik, Saatnya Tak Berpolemik

Suara Netizen Indonesia–Saat hadir dalam sidang Senat Terbuka Wisuda ke-54 PEM AKAMIGAS, Kamis 17 Juli 2025, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkap kekhawatirannya bahwa universitas atau kampus akan menjadi pabrik pencetak pengangguran intelektual di Indonesia (CNN Indonesia, 17-7-2025).
Pasti terjadi apabila tidak ada lapangan kerja yang disiapkan untuk mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi. Bahlil menilai penciptaan lapangan pekerjaan menjadi tugas penting bagi pemerintah. Salah satunya, bisa dilakukan melalui hilirisasi. Indonesia saat ini adalah salah satu negara penghasil sumber daya alam terbesar di dunia. Namun, memang belum semuanya bisa dimanfaatkan hingga hilir.
Baca juga:
Beras Oplosan, Sektor Pangan Nasional Kian Memprihatinkan
Program hilirisasi dinilai menjadi kebijakan yang akan sangat menguntungkan. Selain menciptakan lapangan pekerjaan, juga memberikan nilai tambah bagi perekonomian dalam negeri, terutama dari sisi ekspor. Terlebih sejak Indonesia merdeka, bahkan sebelum Indonesia merdeka, Indonesia hanya dikenal sebagai negara yang mengekspor bahan baku. Padahal dalam UUD45, kekayaan semuanya ini harus dikuasai oleh negara dan dikelola dan dimanfaatkan semaksimalnya untuk kesejahteraan rakyat, maka hilirisasi kita harus bangun pungkas Bahlil.
Kapitalisme Akar Persoalan
Pernyataan Bahlil berbeda dengan sebelumnya yang menyebut masyarakat Indonesia jangan kufur nikmat dengan mengatakan susahnya mencari pekerjaan. Ia pun saat itu mengatakan, industri yang mengelola SDA kita sangat banyak, hari ini ia mengakui namun belum semua bisa dihilirisasi.
Di lapangan, banyak kebijakan pemerintah sendiri yang berbenturan, seperti misalnya kebijakan bolehnya ormas keagamaan, UMKM hingga koperasi boleh mengelola tambang, apakah ini makna amanah yang termaktub dalam UUD 1945 dengan “ harus dikuasai dan dikelola oleh negara”?
Ditambah fakta BUMN pengelola SDA di negeri ini hanyalah “ sapi perah” bagi partai yang butuh biaya saat ajang pemilu. Akhirnya kini, ketika rezim sudah duduk di kursi pemerintahan yang ada adalah bagi-bagi kekuasaan. Pucuk pimpinan diobral tanpa peduli apakah sesuai dengan keilmuan sang calon pemimpin boneka. BUMN menjadi terbuka dan bisa menerima pemimpin atau pegawai asing. Bahkan hingga penguasaan saham lebih besar dipegang asing adalah hal lumrah.
Baca juga:
Jika sudah demikian, pelayanan kepada rakyat pun berubah menjadi bisnis, hanya peduli untung rugi. Penerimaan pegawai pun rumit dan penuh syarat, padahal di sisi lain sangat mudah memasukkan anak pejabat ke dalamnya tanpa syarat.
Dewan Ekonomi Nasional (DEN) pun menyoroti masalah ketenagakerjaan di Indonesia, banyak pekerjaan yang tidak layak di tercermin dari penghasilan yang diperoleh pekerjanya tidak mendorong daya belinya (CNNIndonesia, 18-7-2025).
Menurut Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Prof Arief Anshory Yusuf, hal ini karena semakin minimnya sektor-sektor produktif yang memberikan pekerjaan dan upah layak selama ini telah berefek pada makin lemahnya pertumbuhan ekonomi RI, akibat daya beli masyarakat terganggu. Laju ekonomi tanah air per kuartal I-2025 hanya 4,87% secara tahunan atau year on year (yoy) meninggalkan tren satu dekade terakhir yang stagnan di kisaran 5%.
Ekonomi lemah, menurut Arif jelas terkait dengan pekerjaan yang layak, karena itu berpengaruh pada daya beli karena sedikitnya income.
Pekerjaan yang tidak layak itu bisa dilihat dari produktivitas usaha yang rendah hingga memberikan penghasilan yang minim bagi para pekerjanya, contohnya sektor pertanian, kehutanan, perikanan hingga perdagangan. Dan data PBPS Februari 2025, mayoritas masyarakat Indonesia mencari nafkah di sektor-sektor di atas.
Saat lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga kerja mayoritas malah berasal dari sektor-sektor produktivitas rendah bergaji kecil, masyarakat Indonesia masih ada yang kesulitan mencari pekerja, ditandai dengan jumlah pengangguran yang mengalami kenaikan. Data BPS di bulan dan tahun yang sama sebanyak 7,28 juta orang lebih tinggi dari Februari 2024 yang sebanyak 7,19 juta orang.
Belum jika dipilah lagi menurut usia dan tingkat kelulusan sekolah, masih banyak lulusan SMP, SMA bahkan sarjana yang menganggur atau jika mendapat pekerjaan sangat tidak sesuai dengan bidang keilmuannya. Sementara upaya pemerintah hanya sibuk mengatur match and link sekolah dengan lapangan pekerjaan. Ini artinya hanya menata di hilir bukan dari hulu.
Pengangguran marak adalah dampak diterapkannya sistem ekonomi Kapitalisme . Artinya, banyak rakyat yang menjadi pengangguran itu adalah kesalahan secara sistemik. Melalui paradigma selesai sekolah adalah bekerja. Sebab bekerja akan menjadi tulang punggung keluarga sekaligus negara. Sungguh beban yang sangat berat.
Sistem Kapitalisme terbukti hanya menciptakan ketimpangan ekonomi dan sosial. Ada penumpukan kekayaan pada segelintir orang. Sebagaimana pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), ada 48 persen dari 55,9 juta hektar lahan yang sudah bersertifikat dan terpetakan hanya dimiliki oleh 60 keluarga di Indonesia. Jika dipetakan, 48 persen dari 55,9 juta hektare atau seluas 26.832.000 hektare lahan itu atas nama Perseroan Terbatas (PT) (tirto.id, 13-7-2025).
APBN negara koyak karena membiayai berbagai Mega proyek tapi nirguna, bahkan tak berhubungan dengan kepentingan rakyat. Sistem Kapitalisme sering menciptakan krisis ekonomi yang bersifat siklik (terjadi secara berkala) dan ketimpangan struktural. Disebabkan negara meratifikasi peraturan global terkait perdagangan bebas yang benar-benar membuat industri dalam negeri mati kutu karena minim pendampingan negara. Baik rakyat maupun perusahaan terus ditarik pajak, bahan kebutuhan pokok juga terus naik, pastilah yang terjadi adalah kolaps, gelombang PHK saling susul menyusul.
Perguruan tinggi yang digadang mampu menghasilkan tenaga kerja terampil, terdidik dan intelektual pun tak bisa sesuai target, selain karena akses pendidikan dikapitalisasi menghasilkan biaya mahal, tak semua anak bangsa bisa mengenyam pendidikan tinggi. Pelatihan dan kesempatan kerja pupus karena terkendala minimnya modal, lagi- lagi karena negara tidak hadir seratus persen.
Islam Solusi Sejahterakan Rakyat
Allah SWT. berfirman yang artinya, “Kewajiban ayah untuk menanggung nafkah dan pakaian mereka secara layak… “(TQS al-Baqarah : 233). Maka syariat Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja dan memberikan jaminan hidup bagi rakyatnya. Mengabaikan kewajiban berarti mengabaikan perintah Allah SWT yang terkategori perbuatan dosa.
Baca juga:
Perundungan, Tren atau Salah Urus?
Khalifah, sistem pemerintahan Islam, wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat mulai dari pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan dengan adil dan berkualitas. Rakyat pengusaha didorong untuk membuka usaha yang mampu memberikan pekerjaan kepada rakyat, negara akan memudahkan upaya rakyat mulai dari bantuan modal, pelatihan, hingga urusan lahan atau tanah. Ada kebijakan Khilafah untuk menarik lahan atau tanah yang ditelantarkan tiga tahun berturut-turut kemudian diberikan kepada mereka yang sanggup mengelola.
Khalifah mengharamkan oligarki menguasai aset-aset strategis yang menjadi kepemilikan umum dan negara, hal ini untuk mencegah penumpukan kekayaan pada segelintir orang saja. Apa yang dimaksud menguasai sangat berbeda dengan Kapitalisme hari ini, dimana justru kekayaan alam dijual kepada asing, sebagai gantinya rakyat ditarik pajak. Sedangkan Khilafah tidak menarik pajak kecuali kas Baitulmal kosong. Dan hal itu hampir tidak pernah terjadi sepanjang Islam memimpin peradaban dunia.
Khilafah akan banyak bermuamalah pada aktifitas riil, tak ada riba, tak ada penimbunan, kecurangan, pematokan harga barang hingga tidak mengadakan kerjasama apapun dengan negara asing, terutama kafir barat yang hari ini memaksakan sistem ekonomi mereka diterapkan di negara kita. Di sisi lain, mereka memerangi kaum muslim, membunuh dan menjajah, salah satunya Palestina.
Inilah fungsi sebenarnya negara sebagaimana yang disebutkan Rasûlullâh Saw, “ Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Hanya sistem Islam yang akan bisa mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Saatnya negeri ini menerapkan sistem Islam atas dasar keimanan dan ketakwaan yang pasti akan mendatangkan keberkahan. Wallahualam bissawab. [SNI/ry].
Komentar