Toko Online Kena Pajak, Kapitalisme Pemalak Rakyat

Suara Netizen Indonesia–Pedagang toko online resmi kena pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan aturan baru mengenai pajak penghasilan pedagang marketplace online tersebut. Aturan tersebut memberikan tugas pemungutan pajak penghasilan kepada pihak Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Artinya, pajak akan dipungut oleh penyelenggara e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, dan sebagainya (Detik, 15-07-2025).
Seller e-commerce memang menikmati kemudahan berbisnis secara online, tapi itu tak berarti bebas dari kewajiban perpajakan. Selama omzet melampaui Rp500 juta setahun, seller wajib membayar PPh Final UMKM sebesar 0,5% dari omzet. Namun di bawah batas itu, seller tetap wajib memiliki NPWP dan melaporkan SPT.
Baca juga:
Beras Oplosan, Sektor Pangan Nasional Kian Memprihatinkan
Dalam pandangan sistem sekular, pajak merupakan kewajiban yang melekat pada setiap kegiatan ekonomi, termasuk bisnis daring. Sistem sekular juga berdalih dengan menjadi seller yang patuh pajak, pelaku usaha menunjukkan profesionalisme dan tanggung jawab sebagai warga negara., serta ikut serta dalam membangun negeri. Infrastruktur, subsidi, pendidikan, hingga layanan kesehatan dibiayai dari pajak. Inilah yang selalu digemborkan di tengah masyarakat setiap menarik pajak.
Pajak Urat Nadi Sistem Kapitalisme
Pajak, sebagai urat nadi keuangan negara dalam sistem Kapitalisme, terus berubah seiring dengan dinamika ekonomi dan kebijakan pemerintah. Fakta banyaknya objek pajak yang terus diperbaharui oleh pemerintah, mulai dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), hingga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), menunjukkan betapa sentralnya peran pajak dalam menopang roda pemerintahan pada sitem Kapitalisme. Dalam arti Negara otomatis tidak akan beroperasi tanpa pajak.
Kenyataannya, semakin beragamnya objek pajak, akan mempersulit ekonomi masyarakat. Ironisnya, kondisi ini terus terjadi padahal secara ekonomi, banyak rakyat Indonesia yang miskin. Berdasarkan laporan Bank Dunia per Juni 2025, tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 68,25 persen dari total populasi pada tahun 2024, atau setara dengan 194,58 juta jiwa penduduk miskin. Angka ini sungguh memprihatinkan dan seharusnya menjadi alarm bagi setiap kebijakan fiskal yang diambil oleh pemerintah.
Dengan adanya aturan baru tentang pajak toko online, Ini berarti beban pajak akan langsung terasa oleh para pedagang yang selama ini menggantungkan hidupnya dari platform digital. Beragamnya pungutan pajak yang terus bertambah ini tidak dapat dilepaskan dari akar permasalahannya yaitu sistem Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini.
Baca juga:
Korupsi Tumbuh Subur dalam Sistem Demokrasi
Dalam sistem ini, pajak bisa dikatakan urat nadi kehidupan negara. Kapitalisme meniscayakan minimnya peran negara dalam kepemilikan sumber daya alam dan lebih mengandalkan sektor privat, sehingga pendapatan negara sebagian besar harus berasal dari pungutan kepada rakyat.
Akibatnya, sistem Kapitalisme yang diterapkan negeri ini telah memiskinkan rakyat dan mengayakan segelintir orang para kapitalis. Sumber daya alam yang melimpah ruah, yang sejatinya adalah hak milik seluruh rakyat, justru dikuasai oleh segelintir korporasi. Sistem Kapitalisme telah menjadikan para pemodal berkuasa atas barang tambang yang melimpah, akhirnya kekayaan menumpuk di tangan elit pemodal. Kesenjangan ekonomi pun kian melebar, antara segelintir orang yang bergelimang harta dengan mayoritas rakyat yang hidup dalam kemiskinan.
Kondisi ini sungguh kontras dengan apa yang diajarkan oleh Islam. Islam memiliki sistem hidup yang sempurna, di mana Islam menjadikan negara terikat dengan syariat dalam semua aspek hidup termasuk urusan ekonomi, baik pemasukan maupun pengeluaran negara. Dalam Islam, sumber-sumber pendapatan negara tidak bergantung pada pajak.
Pajak Dalam Pandangan Islam
Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Al-Usyr, atau Al-Maks, atau bisa juga disebut Adh-Dharibah. Rasululah SAW memperingatkan pentingnya pemahaman halal dan haram termasuk dalam mengelola keuangan Negara baik pemasukan dan pengeluarannya. Rasulullah bersabda, “Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana mereka mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram” (HR Bukhari).
Secara fundamental, Islam tidak menjadikan pajak sebagai salah satu sumber pemasukan negara, bahkan pajak hukum asalnya haram sebagaimana dalam hadis: “Tidak masuk surga pemungut pajak” (HR.Ahmad). dan dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya para penarik/pemungut pajak (diadzab) di neraka”(HR Ahmad).
Ini menjadi dalil yang jelas bahwa pajak tidak boleh menjadi pondasi ekonomi Negara. Dalam Islam pajak hanya boleh diambil negara dalam kondisi tertentu saja, yaitu saat kas Baitulmal kosong, sementara ada kewajiban finansial yang harus segera ditunaikan negara. Dalam kondisi ini, pajak hanya diambil dari warga negara yang terkategori kaya.
Baca juga:
Kapitalisme Mendatangkan Bencana, Umat Butuh Pemimpin Amanah
Kemampuan negara Islam untuk tidak bergantung pada pajak secara mutlak dapat terjadi sebab Allah dalam syariat-Nya telah mengatur kepemilikan menjadi tiga, yaitu: kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan kepemilikan individu. Pembagian kepemilikan ini sangat fundamental dalam menjamin kesejahteraan rakyat.
Kepemilikan umum di dalam Islam adalah apa saja yang kaum muslimin berserikat atasnya dan secara kolektif bisa memanfaatkannya, sebagaimana dalam hadist: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api.” (HR.Ahmad). Ini mencakup sumber daya alam vital seperti minyak, gas, mineral, hutan, dan lain-lain yang harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan seluruh rakyat.
Harta kepemilikan umum ini sangatlah melimpah, termasuk barang tambang yang sangat banyak. Dengan pengelolaan yang benar dan berlandaskan syariat, hal ini mampu menjadikan negara kaya dan sejahtera tanpa memungut pajak dari rakyat. Sumber daya alam yang melimpah ini seharusnya menjadi jaminan kesejahteraan jika dikelola sesuai aturan Allah.
Sejahtera Dengan Syariat
Akar permasalahan kemiskinan dan beban pajak yang mencekik rakyat adalah sistem Kapitalisme. Hanya dengan syariat Islam dalam bingkai Khilafah, rakyat bisa sejahtera sebagaimana janji Allah SWT. yang artinya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS Al-A’raf:96). Wallahu’alam. [SNI/ry].
Komentar