Moderasi Beragama, Panggung Usang Sekulerisme

Suara Netizen Indonesia–Belakangan ini, Indonesia dihadapkan berbagai persoalan yang cukup mencekam. Mulai dari kasus korupsi, bahaya narkoba, aksi premanisme dan terorisme, serta masalah penyakit sosial.
Hal itu disampaikan Ketua Yayasan Sinergi Harmoni Indonesia (YSHI), Dr. Ismail, S.Sos, M.Pem.I, yang juga salah satu staf pengajar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) di hadapan peserta CPNS Angkatan ke-7, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, di Masjid Ar-Rahman, Sentul, Bogor, Kamis (19/6), tentang Moderasi Beragama dalam Perspektif Kebangsaan.
Menurut Ismail, ada empat hal yang dihadapi bangsa ini dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pertama, persoalan korupsi yang terus menggerogoti bangsa, kemudian masalah narkotika dan obat terlarang (narkoba), dan penyakit sosial. Keempat, bahaya radikalisme dan terorisme.
Ancaman radikalisme dan terorisme ini, menurut Ismail dapat membahayakan keamanan dan ketenteraman masyarakat Indonesia yang majemuk, baik agama, ras, suku, adat istiadat, dan budaya. Presiden Prabowo SUbianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, telah membuat delapan visi kebangsaan yang disebut dengan Asta Cita. Salah satunya, adalah memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antar-umat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Baca juga:
Anomali Harga Beras, Ternyata Tak Cukup Satgas
Moderasi, kata Ismail, merupakan sikap moderat untuk menciptakan kerukunan dan kedamaian umat beragama. Pada prinsipnya, tambah peraih gelar doktor dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini, sikap moderat (pertengahan) menjadi Langkah strategis dalam mencegah aksi terorisme dan radikalisme.
Ismail menyebutkan, ada empat pilar moderasi beragama yang dianut Kementerian Agama RI. Yakni komitmen kebangsaan (konsensus nasional), toleransi (jalan tengah atas perbedaan), anti kekerasan (vaksin ideologi), serta budaya dan tradisi, yakni keserasian dan kearifan lokal.
Sejalan dengan itu, konsensus nasional bangsa Indonesia telah menjadikan empat pilar kebangsaan yang harus dijaga, agar tidak goyah. Keempat pilar itu adalah Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. Sikap toleran, saling menghargai dan menghormati, serta saling membantu, akan mampu menciptakan negeri yang baik dan damai.
Panggung Lama Butuh Perombakan
Sepertinya memang benar, bahwa rakyat Indonesia ini tak pernah belajar dari peristiwa dan sekaligus dari lisan para penguasanya. Buktinya isu intoleransi, moderasi beragama, terorisme dan lainnya masih mendapatkan panggung. Padahal sudah jelas, terenggutnya rasa aman, maraknya kriminal akibat narkoba dan bobroknya adab sekaligus akhlak generasi bukan karena isu-isu yang diarusutamakan.
Masyarakat bisa melihat sendiri, semua bermula dari kebijakan penguasa yang timpang tindih dan pragmatis. Contoh, karena banyaknya kriminal pelakunya anak-anak, bahkan anak pondok pesantren yang notabene sekolah agama akhirnya disimpulkan butuhnya pelajaran berkarakter. Diambillah dari ” idiologi” bangsa yaitu Pancasila.
Pancasila dianggap mewakili pandangan Bhineka Tunggal Ika yang sangat dibutuhkan negeri ini. Namun bagaimana dengan perilaku para pejabat negeri ini yang gemar korupsi, menistakan agama, membiarkan LGBT tanpa tindakan berarti, kolusi, nepotisme dan lainnya? Bukankah mereka semestinya pihak yang paling pertama menjadi contoh bagi rakyatnya?
Jangankan untuk sesuai dengan Pancasila, untuk menjadi orang pertama yang menerima vaksin Bill Gate saja Menteri Erik Thohir menolak, dengan santun beliau bilang rakyat dululah. Baru pejabat.
Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, namun, ada banyak di negeri ini komunitas keagamaan yang menyimpang, nyatanya tetap eksis. Tidak ada hukuman yang setimpal, padahal gerakan mereka jelas mengajak kepada kesyirikan. Lantas, mengapa jika ada warga negara yang menjadikan dirinya taat kepada Allah SWT, berdakwah dan mengajak menerapkan syariat justru dituding musuh negara? Islam jelas bukan paham atau agama terlarang di negeri ini.
Baca juga:
Di Darat Berebut Gunung, Di Laut Berebut Pulau
Dan jika syariat diterapkan itu tidak akan menggangu “idiologi” negara. Sebab, sejatinya Pancasila bukanlah idiologi, ia hanya kumpulan pemahaman yang tidak memancarkan peraturan. Indonesia hingga saat ini masih menggunakan hukum buatan kolonial Belanda (KUHP).
Semua isu yang terus diarusutamakan sejatinya rancangan kafir penjajah. Yang tak ingin Islam kembali tegak, yang tak ingin kaum muslim bersatu dalam jalinan terkuat yaitu akidah Islamiyah. Sebuah persatuan yang kuat didasarkan pada keimanan meski tak ada hubungan darah atau nasab. Dan memang, moderasi beragama adalah ditujukan untuk menyerang Islam.
Kaum muslim yang moderat digambarkan sebagai pribadi yang pertengahan, tidak terlalu fanatik terhadap agama dan tidak menolak ide-ide kafir barat. Di antaranya adalah menganggap semua agama sama, tidak ada keberanian hakiki bahkan tidak ada agama yang paling benar. Padahal semua itu adalah ajaran Islam.
Moderasi beragama membolehkan Islam dipelajari sebatas ibadah, sementara jika bicara ekonomi, kesehatan, pendidikan hingga negara dan lainnya menggunakan hukum manusia. Allah SWT. melaknat orang yang mengambil sebagian syariat tapi menolak syariat lainnya.
Allah SWT. berfirman yang artinya,” “Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (TQS al-Baqarah: 85).
Allah SWT. juga memerintahkan manusia untuk berIslam secara kafah, sebagaimana firman Allah SWT. yang artinya,”“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al Baqarah: 208).
Syariat Islam Mulia, Khilafah Janji Allah
Demikian jelas perintah Allah SWT kepada manusia, agar setiap persoalan hidup diselesaikan dengan Islam. Bukan yang lain. Kaum muslim harus mulai menyadari bahwa tidak ada kenikmatan selain taat dalam menjalankan syariat. Sebab, jika kita menggunakan hukum selain syariat, bahkan turut melanggengkan sistem Kapitalisme Demokrasi sama artinya kita mengundang azab Allah.
Baca juga:
Kemiskinan Kian Ekstrem, Vasektomi Jadi Jalan Pintas
Segala penderitaan manusia di dunia hari ini, bukan karena teroris dan lain sebagainya. Bahkan moderasi agama bukan solusi melainkan pengundang bencana karena menjadikan kaum muslim tidak kafah (menyeluruh ) dalam berIslam. Sudah saatnya berhenti percaya dengan ide-ide sesat yang terus dikampanyekan seolah Islam tidak sempurna.
Yang kita butuhkan adalah Khilafah, institusi negara pemersatu umat. Ideologinya Islam berikut aturannya adalah syariat. Tanpa Khilafah, umat muslim akan terus diadu domba, teraniaya bahkan bak buih di pantai. Banyak namun lemah. Wallahualam bissawab. [SNI].
Komentar