Kemiskinan Kian Ekstrem, Vasektomi Jadi Jalan Pintas

Suara Netizen Indonesia–Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang digelar di Cipasung, Tasikmalaya, pada 2012 , menetapkan, praktik vasektomi tetap dihukumi haram, kecuali dalam kondisi tertentu yang memenuhi lima syarat ketat. Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Abdul Muiz Ali mengatakan, vasektomi secara prinsip adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, dan dalam pandangan syariat, hal itu dilarang. Namun, dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan rekanalisasi, maka hukum bisa menjadi berbeda dengan syarat-syarat tertentu. 

 

Hal ini sekaligus mengingatkan dan menanggapi adanya wacana Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) yang menginginkan vasektomi bagi suami sebagai syarat penerima bantuan sosial (republika.co.id, 30-4-2025). Dalam forum tersebut, para fakih Islam mengambil keputusan berdasarkan pada pertimbangan syariat Islam, perkembangan medis, serta kaidah-kadiah ushul fikih terkait metode kontrasepsi yang dikenal sebagai medis operasi pria (MOP).

 

Kelima syarat yang dimaksud adalah pertama, vasektomi dilakukan untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat Islam. Kedua, vasektomi tidak menyebabkan kemandulan permanen. Ketiga, ada jaminan medis bahwa rekanalisasi (penyambungan kembali saluran sperma) bisa dilakukan dan fungsi reproduksi pulih seperti semula. Keempat, tidak menimbulkan mudarat bagi pelakunya. Kelima, vasektomi tidak dimasukkan ke dalam program kontrasepsi mantap.

Baca juga: 

Sekolah Gratis Bukan Ditolak, Ganti Sistemnya

 

Faktanya, keharaman vasektomi tetap berlaku hingga kini. Sebab, rekanalisasi tidak 100 persen menjamin kembali normalnya saluran sperma tegas Kiai Muiz. 

 

Kiai Muiz mengakui, perkembangan teknologi medis memungkinkan terjadinya rekanalisasi. Akan tetapi, tingkat keberhasilan operasi tersebut tetap bergantung pada banyak faktor sehingga tidak menjamin kesuburan kembali seperti semula. Terlebih lagi, rekanalisasi membutuhkan biaya yang jauh lebih mahal daripada vasektomi. Inilah perlunya pemerintah transparan dan objektif dalam mensosialisasikan vasektomi. 

 

Penggunaan alat kontrasepsi, kata Kiai Muiz, harus bertujuan untuk mengatur keturunan (tanzhim al-nasl), bukan untuk membatasi secara permanen (tahdid al-nasl), apalagi sebagai dalih gaya hidup bebas yang menyimpang dari ajaran agama. MUI secara tegas mendorong pemerintah untuk mengutamakan edukasi kepada masyarakat untuk membangun keluarga yang bertanggung jawab, sehat, dan unggul, serta tidak melupakan tugas menyiapkan generasi penerus bangsa. 

 

Kapitalisme Gagal Menjamin Kesejahteraan Rakyat

 

Vasektomi kembali viral, ini adalah salah satu andalan pemerintah dalam mengendalikan jumlah penduduk dan pemerataan kesejahteraan. Wajar jika Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dengan enteng mengusulkan vasektomi bagi penerima bantuan sosial. Hal itu dilakukan agar laki-laki dari kalangan keluarga miskin berpartisipasi aktif dalam program Keluarga Berencana (KB) yang mengedepankan tingkat kepadatan penduduk dan kesejahteraan masyarakat.

 

Dan kata-kata yang menyesatkan yang disampaikan sang gubernur kepada rakyatnya begini, seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan KB. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga. Yang dapat beasiswa, yang bantuan melahirkan, perumahan keluarga, bantuan non-tunai keluarga, dia (satu keluarga yang dapat), nanti uang negara mikul di satu keluarga. 

 

Ada kesan bahwa rakyat yang itu-itu saja, maksudnya yang miskin dan banyak anak yang lagi-lagi menyusahkan negara. Seolah seluruh dana APBD habis untuk beberapa nama keluarga yang tak pernah mentas dari kemiskinan. Yang seharusnya dana itu bisa digunakan untuk pembiayaan lain-lain, tapi gara-gara keluarga miskin dan banyak anak ini jadi terfokus pada satu masalah saja. 

 

Sungguh, inilah yang harus kita sadari. Mana mungkin keluar pernyataan demikian dari lisan seorang pejabat, padahal semua tahu apa fungsi pejabat yang sebenarnya. Yaitu melayani rakyat, membangun apapun untuk kemudahan rakyat, dalam kewenangannya ia wajib menerapkan kebijakan yang pro rakyat serta bisa benar-benar mewujudkan kesejahteraan. 

Baca juga: 

Dari UKT Menuju Janji Pendidikan Gratis

 

Terlebih para pejabat negara dibayar dari pajak rakyat. Rakyat miskin kaya, punya rumah, kontrak atau berempet-empetan di bantaran sungai diwajibkan bayar pajak, bekerja atau pengangguran bayar pajak, usaha apapun bayar pajak. Itu pun masih dikorupsi oleh pejabat. Tak semua dana yang terkumpul dari pajak benar-benar untuk kesejahteraan rakyat. Faktanya selain untuk gaji pegawai negara, korupsi juga untuk proyek-proyek strategis nasional yang tak berhubungan dengan rakyat hingga terjadi istilah APBN defisit. 

 

Orang Miskin Banyak Anak, Salahnya Dimana?

 

Pendapat rakyat adalah beban memang hanya ada dalam sistem Kapitalisme. Keadaan yang sebenarnya kas negara sangat rapuh. Tak sanggup untuk pembiayaan seluruh aktifitasnya termasuk jika ada bonus demografi. Sebab selain pajak dan utang tak ada lagi pendapatan yang lebih besar dari itu. Kekayaan alam yang semestinya dikuasai negara dan dikelola secara mandiri telah disalah artikan. 

 

Penguasaan oleh negara diartikan sebagai hak milik yang kemudian boleh dijual kepada asing. Kapitalisme juga melahirkan korpotokrasi, dimana negara menjadi makelar bisnis dengan para pejabatnya yang rakus memainkan bisnis atas nama negara padahal untuk kepentingan pribadi atau partai. Rakyat hanya diminta kehadirannya saat pemilu, setelahnya tak dianggap ada. 

 

Berbeda dengan Islam, memiliki anak dan tugas menyejahterakan anak adalah dua hal yang berbeda. Bagi sebuah keluarga, menjadi haknya untuk melahirkan anak-anak berapa pun jumlahnya. Sebab yang demikian adalah fitrah, Islam memang menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya jalan syari pria dan wanita boleh bercampur dan melestarikan jenis. 

Baca juga: 

Nilai-Nilai Kebangsaan, Kompas Moral Pengabdian Negara

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu)” (Shahih Riwayat Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim dari jalan Ma’qil bin Yasar). Lantas apa alasannya melarang punya anak? Apakah benar karena membuat miskin?

 

Jelas pandangan yang keliru, sebab urusan sejahtera adalah jaminan negara. Rasulullah bersabda,” Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).

 

Dalam Islam, kepemimpinan dipahami sebagai tanggung jawab dunia dan akhirat. Artinya, seorang penguasa atau pemimpin di dunia bertanggung jawab atas nasib rakyatnya. Ia wajib menjaga agama rakyatnya supaya tetap dalam tauhid dan ketakwaan kepada Allah swt. Ia juga wajib memelihara agar urusan sandang, pangan, dan papan rakyatnya bisa tercukupi. Demikian juga kebutuhan kolektif mereka, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan, semuanya pun akan terjaga.

 

Adapun hukum KB dalam arti tanzhim an-nasl (pengaturan kelahiran), yaitu aktivitas yang individu masyarakat jalankan (bukan dijalankan karena program negara) untuk mencegah kelahiran (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana, hukumnya mubah atau boleh, bagaimanapun juga motifnya (Taqiyuddin an-Nabhani, An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, hlm. 148). Sebagaimana hadis dari sahabat Jabir ra. yang berkata, ”Dahulu kami melakukan ‘azl (sanggama terputus) pada masa Rasulullah Saw. sedangkan Al-Qur’an masih turun.” (HR Bukhari).

 

Hanya saja kebolehannya disyaratkan tidak adanya bahaya (dharar). Kaidah fikih menyebutkan: Adh-dhararu yuzaal (Segala bentuk bahaya haruslah dihilangkan) (Imam Suyuthi, Al-Asybah wa an-Nazha’ir fi al-Furu’, [Semarang: Maktabah Usaha Keluarga], hlm. 59). Artinya kebolehan pengaturan kelahiran juga terbatas pada pencegahan kehamilan yang bersifat temporal (sementara), misalnya dengan pil KB dan kondom.

 

Adapun pencegahan kehamilan yang bersifat permanen (sterilisasi), seperti vasektomi atau tubektomi, hukumnya haram sebab Rasûlullâh telah melarang pengebirian (al-ikhtisha’), sebagai teknik mencegah kehamilan secara permanen yang ada saat itu (Muttafaq ‘alaih, dari Sa’ad bin Abi Waqash ra.).

 

Maka, jelas perbedaan antara sistem Kapitalisme dengan Islam. KB bukan jaminan kesejahteraan rakyat, sebab KB hanya cara mengatur kelahiran bukan menghentikan. Jelas pula bagi kita bahwa hanya kembali kepada syari’at Allah sajalah kita akan sejahtera yang sebenarnya. Wallahualam bissawab. [SNI].

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *