Gaza Tak Butuh Relokasi, Melainkan Perisai yang Hakiki

Suara Netizen Indonesia–Gaza terus membara. Bahkan dengan genosida yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia. Pelakunya tentu saja, Zionis biang angkara. Gencatan senjata yang sempat digelar di awal tahun nyata hanya basa-basi tanpa makna. Buktinya pasca gencatan, pembantaian makin menggila. Mulai dari bombardir tanpa henti, pembakaran hidup-hidup hingga penduduk Gaza yang terpental ke langit akibat bom yang dijatuhkan Zionis. Memilukan.

 

Anehnya, di tengah eskalasi Gaza yang terus meningkat, ada usulan menarik datang dari pemimpin negeri. Rencananya, 1000 warga Gaza akan dievakuasi sementara ke Indonesia bila mendapat persetujuan dari sejumlah pihak (tempo.co, 13-4-2025).

 

Terhadap hal ini, reaksi pun berdatangan. Mayoritasnya menolak. Tentu bukan sebab buta hati dan minim empati, namun sangsi warga Gaza akan menyetujui lalu bisa jadi solusi. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempertanyakan relasi rencana evakuasi tersebut dengan pernyataan senada yang terlontar dari lisan Donald Trump, Presiden AS.

Baca juga: 

Stabilitas Ekonomi Hanya Ada dalam Syariat Islam

 

Seperti yang diketahui publik, Trump beberapa waktu lalu pernah menyampaikan ambisinya untuk merelokasi hingga mengosongkan penduduk Gaza dari wilayah mereka sendiri (mui.or.id, 13-4-2025).

 

Ada apa di balik narasi evakuasi rasa relokasi ini? Benarkah dapat menyelesaikan masalah genosida yang dialami Palestina? Kenyataannya seperti pepatah, bagai menggantang asap alias sia-sia. Sebab akar masalahnya ada pada penjajahan yang selama ini dilakukan bangsa Zionis pendatang. Maka solusinya sudah jelas dengan mengerahkan segala daya dan upaya termasuk militer untuk mengusir penjajah dari bumi Palestina seluruhnya.

 

Evakuasi, relokasi, atau pun migrasi sejatinya justru menjadi pengakuan terhadap eksistensi penjajah laknatullah alaihi. Karena sama saja dengan tetap membiarkan mereka merampas, menduduki hingga bercokol di wilayah yang sejak Perjanjian Umariyah ditulis, sesungguhnya telah ditetapkan menjadi tanah milik umat muslim.

 

Tak berhenti di situ, tindakan merelokasi sama artinya menihilkan segala bentuk pengorbanan dan perlawanan dari masyarakat Gaza terhadap penjajahan selama ini. Akankah 50.846 jiwa yang tewas sejak 7 Oktober 2023 (kompas.com, 10-4-2025) melayang percuma? Tentu tidak! Sudah seharusnya merupakan tanggung jawab seluruh umat muslim guna memastikan hal tersebut jangan sampai terjadi.

 

Sayang dunia Islam sampai detik ini seakan belum terjaga dari tidur lelapnya. Terutama penguasanya. Meski mayoritas rakyatnya telah menunjukkan keberpihakan pada perjuangan saudara mereka di Palestina, bahkan di saat seluruh warga dunia turun ke jalan mengutuk perbuatan Zionis laknatullah alaih, para penguasa negeri muslim dan dunia tetap bungkam.

Baca juga: 

Pemangkasan Anggaran, Berhemat untuk Siapa?

 

Kecuali negeri Paman Sam di bawah kepemimpinan Donald Trump yang begitu arogan melanjutkan dukungan penuhnya pada genosida yang dilakukan negeri Zionis tersebut.

Nyata mereka telah membutakan mata dan hati mereka atas 75 tahun pendudukan dan perampasan yang dilakukan Israel atas Palestina yang sebelumnya merupakan negeri merdeka di bawah naungan Khilafah Utsmaniyah.

 

Malangnya, kekuasaan Islam kemudian runtuh. Akibatnya Islam lambat lalu  diambil hanya sebatas aspek spiritualnya, belum ideologinya yang menyeluruh. Wajar jika kondisi umat muslim terus terpuruk dari waktu ke waktu.

Padahal dari muslim Gaza kita belajar bahwa sumber kekuatan sejati memang  kokohnya keimanan yang melekat di benak. Lihatlah, alih-alih bersedia direlokasi, mereka memilih tetap bertahan semata mengharap keridaan Allah Swt. Syahid menjadi cita-cita laten yang menggayut di benak setiap orang di Gaza, baik tua maupun muda dan kanak-kanak, laki-laki dan perempuan.

Tetapi, jika yang dituju adalah tuntas mengusir penjajah faktanya tak cukup itu. Hal yang sama berlaku pula pada donasi kemanusiaan dan boikot produk afiliasi Israil. Bukan berarti boikot tak penting, justru sangat dibutuhkan untuk menjaga kewarasan kita menghadapi kekejian genosida yang sudah di luar nalar manusia normal.

Baca juga: 

Kapitalisme Mendatangkan Bencana, Umat Butuh Pemimpin Amanah

 

Namun realitas terpampang di depan mata kita, dengan semua bantuan dan boikot belum juga dapat menghentikan genosida, membuka pintu-pintu perbatasan negara tetangga dam mengusir penjajah tuntas dari wilayah Palestina.

Maka yang dibutuhkan tak lain sinergi umat muslim dunia bersatu mewujudkan perisai yang kelak akan menjaga, menjamin dan melindungi setiap orang yang bernaung di bawahnya. Itulah kekuasaan yang menerapkan syariah Islam secara kafah. Sebagaimana yang diwariskan Rasulullah saw. ke para sahabat khulafaurrasyidin dilanjutkan oleh Khalifah-khalifah setelahnya.

 

Rasulullah saw. bersabda,
Sesungguhnya seorang Imam itu bagaikan junnah atau perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng…” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Terhadap hadits ini, Al ‘Allamah Imam An Nawawi menjelaskan, “Imam atau Khalifah itu ibarat tameng. Karena dia mencegah musuh menyerang dan menyakiti kaum Muslim. Melindungi keutuhan Islam, disegani oleh masyarakat, dan mereka pun takut terhadap kekuatannya.” (Raudhatu at-Thâlibîn, Juz X/49).

Hanya Khalifah kelak yang akan memimpin komando jihad membebaskan Palestina dan mengembalikan kemuliaan Al Quds pada tempatnya sesuai tuntunan Allah dan Rasulullah saw. Wallaahua’lam. [SNI]. 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *