Gentingnya Kurang Makan Dibanding Pengangguran

Suara Netizen Indonesia–Rachmat Pambudy Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menyebut pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG) saat ini lebih mendesak jika dibandingkan memberikan lapangan pekerjaan (suarasurabaya.net, 25-3-2025). 

 

Kepala Bappenas menekankan bahwa memberi makan orang lapar kepada anak-anak, generasi muda, dan ibu hamil itu merupakan pekerjaan mulia. Maka MBG dimaksudkan mengatasi temuan catatan negatif statistik terkait angka 180 juta orang Indonesia tanpa kecukupan gizi, 50 ribu bayi lahir cacat setiap tahun, satu juta orang terpapar tuberkolosis (TBC), dan 100 ribu orang setiap tahun wafat karena TBC.

Baca juga: 

Taipan Melenggang, Rakyat Terhadang, Istana untuk Siapa?

 

Dengan memberi pekerjaan tidak akan mengatasi persoalan kekurangan gizi. Terlebih Presiden Prabowo sedang mengajak kita membangun sejarah untuk meletakkan dasar-dasar Indonesia Emas tahun 2045, cita-cita ingin membangun institusi ratusan tahun maka didiklah orang, bangunlah orang, dan kita sekarang sedang membangun orang, membangun sumber daya modal manusia untuk menyambut Indonesia 2045. 

 

Dan salah satu upaya penting dalam membangun manusia adalah memberikan makan bergizi. Menurut Rachmat, memberikan makan bergizi harus didahulukan sebelum mendidik dan mengarahkan anak-anak, sebagaimana ada ungkapkan “tell me what you eat and I will tell you who you are”, ungkapan ini menunjukkan bahwa postur tubuh, kecerdasan, serta kemampuan fisik dan otak turut dipengaruhi dari makanan yang dikonsumsi.

Baca juga: 

Peduli Generasi, Islam Jadi Solusi

 

Rachmat pun mencontohkan bagaimana perubahan penampilan orang Jepang, dimana berdasarkan penelitian terbaru makanan mereka berpengaruh terhadap kecantikan dan wajah. Riset lain yang dikemukakan seorang Guru Besar di Universitas Indonesia mencatatkan makanan berpengaruh terhadap perilaku manusia.

 

Pernyataan Terlalu Bluder, Solusi pun Kabur

 

Tak bisa dipungkiri, apa yang dimakan seseorang akan sangat berpengaruh pada perilaku manusia. Oleh karenanya dalam Islam banyak ayat yang menunjukkan pengaruh makanan kepada baik dan buruknya perilaku. Seperti perintah untuk memberi nafkah dari harta yang halal, makan yang halal dan thayyib, dilarang makan bangkai dan hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah, larangan minum khamar dan semua zat yang memabukkan, larangan makan daging hewan buas yang bertaring, hidup di dunia dunia, hingga babi. Dan masih banyak lagi. 

 

Sebab Al-Qur’an memang bukan sekadar kitab suci bacaan di kala senggang, namun memuat pedoman hidup dan solusi bagi semua problematika manusia. Sayangnya, manusia hari ini sudah terkooptasi sistem sekular Kapitalisme Demokrasi, sehingga tak lagi memiliki gambaran utuh tentang bagaimana syariat Allah ini bekerja. 

 

Terbukti dari cara berpikir pejabat kita yang campur aduk. Memang apa yang dimakan seseorang akan berpengaruh pada perilakunya, namun bukan berarti ia lebih genting daripada menyediakan lapangan pekerjaan. Sebab, MBG hanyalah memenuhi porsi makan anak sehari, sedangkan bekerja adalah kewajiban seorang ayah atau laki-laki baligh sepanjang usianya, agar mampu memenuhi kewajiban lainnya yaitu memberi nafkah kepada keluarga dan orang yang menjadi tanggungjawabnya.

 

Jika pekerjaan mudah di dapat, dalam artian negara mampu membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin sesuai dengan ketrampilan dan kebutuhan individu masyarakat, masalah makan bergizi anak terpenuhi dengan sendirinya. 

 

Bahkan ketahanan pangan dan kedaulatan negara akan dicapai. Sebab negara tidak bergantung pada utang dan impor barang. Salah satunya karena lapangan pekerjaan di bidang pertanian, perkebunan menjadi produktif karena dukungan negara. 

 

Sekelas negara, tentulah menggelikan jika memiliki pemikiran sebagaimana yang dikeluarkan dari lisan kepala Bappenas. Sebab, negara memiliki kewenangan dan semua alat yang dibutuhkan untuk mengurus rakyatnya, terlebih ketika memiliki cita-cita mulia mewujudkan Indonesia emas 2045. 

 

Kebijakan yang dibuat tentulah bukan yang remeh temeh. Terlebih jika melihat fakta pelaksanaan MBG hari ini, dana berasal dari APBN, dimana APBN sebagian besar berasal dari pajak rakyat. Ditambah dengan bantuan asing(Cina) tentulah tidak gratis, kemudian beberapa waktu lalu presiden mengundang pengusaha Taipan dan konglomerat Indonesia ke Istana untuk membicarakan MBG, sudah bisa dipastikan akan membawa konsekwensi tidak remeh temeh. 

 

Padahal, Indonesia adalah negara kaya, sumber daya alamnya berlimpah, dari mulia emas, tembaga, minyak, gas alam, nikel, batu bara, kekayaan laut, hutan sungai dan lainnya. Sangat lebih dari cukup jika dikelola secara mandiri oleh negara dan diperuntukkan kemaslahatan rakyat. 

Baca juga: 

Badai PHK Meresahkan, Islam Wujudkan Kesejahteraan

 

Namun sekali lagi, inilah bobroknya sistem Kapitalisme Demokrasi. Meniscayakan peran negara sangat minim dengan alasan profesionalitas dan permodalan, sebagai gantinya dibuka lebar bagi asing untuk mengeksplor kekayaan alam seluas mungkin dengan dalih investasi, dimudahkan perpajakan dan aturan-aturan pendukungnya, hingga yang diperoleh negara sangat tak sebanding dengan yang mereka kirim ke luar negeri. 

 

Saatnya Kembali Kepada Pengaturan Islam

 

Allah SWT.berfirman yang artinya, “Hendaklah takut orang-orang yang andaikan meninggalkan keturunan yang lemah di belakang (kematian) mereka maka mereka mengkhawatirkannya; maka hendaklah mereka juga takut kepada Allah (dalam urusan anak yatim orang lain), dan hendaklah mereka berkata dengan perkataan yang benar (kepada orang lain yang sedang akan meninggal).” (TQS an-Nisa :9). 

 

Lemah yang dimaksudkan tentu bukan saja lemah fisik namun juga lemah akidah. Menjadi kewajiban negara untuk menjamin setiap anak yang terlahir menjadi sosok yang berkepribadian Islam secara utuh. Dengan menyelenggarakan pendidikan terbaik, secara gratis. Demikian juga dengan kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Baitulmal menjadi badan keuangan negara yang pos-posnya ditetapkan syariat, di antaranya dari hasil pengelolaan kekayaan alam. Wallahualam bissawab. [SNI].

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *