Kepemimpinan adalah Amanah

SuaraNetizenIndonesia__ Hari-hari belakangan ini kita disuguhi beraneka berita yang menyesakkan dada. Kebijakan-kebijakan yang menyentuh berbagai lini kehidupan, tak pelak membuat kita bertanya, sebenarnya adakah model kepemimpinan yang benar sebagaimana tuntunan syariat?

 

Terdapat kaidah ushul bahwasanya setiap aktivitas terikat dengan hukum syara, maka janganlah melakukan perbuatan kecuali setelah mengetahui hukumya ‘Al-Ashlu fil af’ali taqayudu bi hukmi syar’i. Wa laa taqamu bil fi’li illa ba’da ma’rifatihi’.

Maka ketika seorang pemimpin memberikan kebijakan yang bertentangan dengan hukum Allah, berarti ia telah membawa rakyatnya kepada kemaksiatan. Termasuk saat ia membiarkan rakyatnya berbuat kemungkaran dan menjauhi agamanya. Sebagaimana firman Allah ta’ala, “Mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, sungguh kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).’.” (QS Al-Ahzab: 67).

 

Jika diklasifikasikan, maka amanah kepemimpinan dalam Islam itu, setidaknya ada tiga:
(1) Amanah Ri’ayah: amanah mengurusi urusan umat berdasarkan hukum-hukum syari’at Islam;
(2) Amanah Junnah: amanah memelihara darah dan kehormatan umat dari segala hal keburukan;
(3) Amanah Dakwah: amanah mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia, di mulai dari tanah yang dipijak.

 

Ketiganya, didasarkan pada istiqra‘ banyak sekali dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, jika menyalahi amanah ini, maka termasuk khianat, dan ini dosa, akan dihisab dan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS An-Nisâ’ [4]: 58)

 

Dalam Islam, seorang pemimpin mengelola seluruh urusan umat, baik yang berhubungan dengan pemenuhan naluri dan kebutuhan jasmani  (gharaiz dan hajatul udhwiyah). Amanah ini berat, karenanya butuh karakter kuat dan syarat-syarat iniqad, yang harus dipenuhi seorang pemimpin. Tidak boleh sembarang orang berada di posisi tersebut. Apalagi jika diisi oleh pemimpin boneka yang tidak memiliki kemampuan mengendalikan negara. Sebagaimana dahulu pernah disampaikan Abdurrahman bin Samurah, Rasulullah saw. bersabda kepadaku, ‘Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan karena permintaan, tanggung jawabnya akan dibebankan kepadamu. Namun, jika kamu diangkat tanpa permintaan, kamu akan diberi pertolongan.” (HR Muslim)

 

Pemimpin negara pun wajib menjadi junnah atau perisai, melindungi umat dari berbagai mara bahaya yang mengenai fisiknya, psikisnya, pemikiran dan keimanannya. Maka tak boleh ada siapapun yang merusak harta umat, nyawa, dan kehormatan. Bayangkan bagaimana buruknya kondisi kaum muslim saat ini, yang tertekan di berbagai kondisi, baik muslim Palestina, Rohingya, Uyghur dan lain-lainnya, tanpa adanya kepemimpinan yang satu bagi kaum muslim.

 

Sedangkan amanah dakwah, pun merupakan tanggung jawab pemimpin. Di dalam negeri, akan tampak pada aplikasi atau terealisasi melalui penerapan syariat secara kafah. Sedangkan pada politik luar negeri, dilakukan dengan menyebarkan dakwah Islam melalui futuhat dan bentuk-bentuk kerja sama lainnya yang menunjukkan kemuliaan Islam.

 

Di masa kekhalifahan Abu Bakar ra. banyak kasus orang murtad, enggan membayat zakat, bahkan terdapat nabi palsu yaitu Musailamah dari Bani Hanifah dan Tulaihah bin Khuwailid dari Bani Asad. Maka kewajiban pemimpin negara adalah menghilangkan berbagai kerusakan, agar keimanan masyarakat tidak tercemar.

 

Inilah sebaik-baik kepemimpinan yang akan menyelamatkan orang-orang yang dipimpinannya ke haribaan Allah, mendapat rida-Nya dan senantiasa berada dalam keberkahan.”Sebaik-baik pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu”. (HR Muslim)

 

Rasulullah SAW juga pernah mendoakan agar pemimpin yang zalim mengalami kesukaran. Hadits ini diriwayatkan, “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia”.

Kullukum raa’in wa kullukum masuulun an raiyyatihi. [SNI]

 

Artikel Lainnya

Marak Perundungan Anak, Dimana Letak Masalah Utamanya ?

Kasus perundungan tidak akan menuai penyelesaian dengan seruan revolusi mental, pendidikan berkarakter ataupun kampanye anti bullying. Sesungguhnya akar utama masalah perundungan adalah sistem kehidupan sekuler liberal yang rusak dan merusak. Sebaliknya, permasalahan generasi saat ini akan menuai penyelesaian dengan mengembalikan peradaban Islam yang komprehensif dalam lingkup keluarga, masyarakat dan negara melalui institusi Khilafah. 

Keluarga Berkualitas dalam Kapitalisme, Mungkinkah?

Ketika kemiskinan ekstrem melanda negeri ini, maka tentulah banyak fungsi keluarga yang tidak dapat dijalankan dengan baik, apalagi menghasilkan keluarga berkualitas. Penyebab kemiskinan ekstrem di negeri yang Allah anugerahi dengan sumber daya alam melimpah ruah ini, seperti di negeri-negeri kaum muslimin lainnya, adalah akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler liberal di negeri ini.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *