“Indonesia Gelap” dan Denial Pejabat Negara

Suara Netizen Indonesia–Ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas memadati kawasan Patung Kuda, Jakarta, untuk menggelar demonstrasi lanjutan dalam aksi yang bertajuk “Indonesia Gelap” pada Kamis, 20 Februari 2025 (CNN Indonesia.com, 20-2-2025).

 

Terpantau beberapa almamater seperti Universitas Nasional, Politeknik Negeri Jakarta, Sekolah Tinggi Teknologi Terpadu Nurul Fikri, hingga Universitas Bung Karno, mereka langsung bergiliran melakukan orasi untuk menyampaikan pendapat dan kritik mereka. Salah satunya, kritik terkait efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.

 

Di tanggal yang sama di depan Istana Kepresidenan Yogyakarta atau Gedung Agung Yogya juga terjadi demonstrasi oleh Aksi Aliansi Jogja Memanggil. Aksi ini merupakan bagian dari sejumlah aksi ‘Indonesia Gelap’ yang digelar maraton di sejumlah wilayah Indonesia dari Banda Aceh, Jakarta, hingga Makassar.

 

Baca juga: 

Korupsi Kian Mengkhawatirkan, Sistem Hari ini Dipertanyakan

 

Orator aksi mengkritik kebijakan pemangkasan anggaran oleh pemerintah di berbagai sektor yang justru berdampak pada makin berlapisnya kesengsaraan rakyat, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) di mana-mana. Mereka pun mengkritik program Makan Bergizi Gratis alias MBG yang semestinya dipisahkan dari anggaran pendidikan, sehingga tak mengurangi anggaran untuk peningkatan kualitas pendidikan.

 

Peserta aksi menyatakan pemerintah sedang menjalankan keputusan ala pemadam kebakaran atau fire management and decision yang seharusnya tidak diterapkan oleh pimpinan selevel pejabat negara nomor satu karena sangat menyusahkan seperti PPN 12 persen, gas, konsesi tambang.

 

Kemudian, militerisme sebagai pendekatan dan cara pandang pengelolaan negara menjadi indikasi kembalinya dwi fungsi ABRI. Pelanggaran HAM, Hukum, korupsi, yang semakin dinormalisasi bukannya ditegakkan.

 

Denial Pejabat, Wajah Kapitalisme Sesungguhnya

 

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan setelah acara Indonesia Economic Summit 2025 di Jakarta, 18 Februari 2025 menanggapi aksi-aksi para mahasiswa sebelum aksi lanjutan ini dengan mengatakan, “Kalau ada yang bilang Indonesia gelap, yang gelap kau, bukan Indonesia.”

 

Menurut Luhur, saat ini Indonesia telah berjalan dengan cukup baik meski memang ada kekurangan di berbagai sisi dan bukan hanya Indonesia, tetapi juga negara lain termasuk Amerika Serikat (AS). Bahkan dengan meyakinkan mengatakan di Amerika ada homeless, di Indonesia tidak ada. Dan balik menyalahkan mahasiswa yang dianggapnya terlalu banyak komplain.

 

Baca juga: 

Tanpa Syariat, Pengentasan Kemiskinan Hanya Ilusi

 

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera Bivitri dan pakar hukum tata negara, Susanti menilai pemerintah bersikap denial dalam merespons aksi Indonesia Gelap yang diinisiasi berbagai elemen masyarakat. Pemerintah memang beda cara pandangnya dengan mahasiswa, namun sudah menjadi konsekuensi dari pejabat publik yaitu harus melayani kepentingan publik. Pemerintah, menurut dia, seharusnya menerima dan mengevaluasi kritikan dari publik bukan malah menolak (tempo.co, 22-2-2025).

 

Inilah wajah kapitalisme sejati yang sedang ditunjukkan kepada masyarakat. Penguasa ada namun hanya sebagai regulator kebijakan, bukan pengurus atau Raain ( pelayan rakyat ) dan junnah ( perisai rakyat). Dalam teknis kepemimpinan mereka yang ada adalah untung rugi, melayani rakyat seratus persen dianggap merugikan dibandingkan dengan melayani pengusaha (investor) .

 

Sebab mereka akan memberi pajak ( meski banyak amnestynya), memberi deviden ( meski selalu mengaku usaha defisit) dan pengakuan bahwa Indonesia berharga dalam kancah perpolitikan Internasional. Padahal semua itu jebakan. Berharganya Indonesia tak lebih hanya pelipur lara agar tak sadar jika sedang dijajah dan direnggut kedaulatannya sebagai negara mandiri.

 

Islam Bawa Cahaya Terang Usir Kegelapan

 

Patut kita apresiasi kesadaran para mahasiswa itu muncul, yang artinya sebagai generasi pembawa perubahan mereka tahu masyarakat tempat hidup mereka sedang tidak baik-baik saja. Masyarakat tempat dimana kelak mereka mengabdi dan menyebar ilmu sedang menderita berat dan tidak sejahtera.

 

Sayangnya tuntutan yang ditawarkan kepada pemerintah sejatinya tidak menyelesaikan masalah hingga ke akarnya bahkan ada yang menawarkan untuk kembali pada demokrasi kerakyatan. Jika mau menggali lebih mendalam, pangkal persoalan mengapa pemerintah seolah ringan tangan menyiksa rakyat baik dengan kebijakan maupun lisan adalah karena penerapan sistem demokrasi.

 

Baca juga: 

Pemangkasan Anggaran Berhemat Untuk Siapa?

 

Kekhawatiran mahasiswa akan nasib rakyat Indonesia di masa mendatang bakal menjadi gelap jika tidak dibarengi dengan kesadaran politik dan kritis , sekaligus kesadaran itu juga harus bisa memberikan solusi yang benar. Kesadaran inilah yang sebenarnya hanya akan muncul dari Islam. Sebab Islam sejatinya solusi bagi setiap manusia. Allah SWT. Menciptakan manusia tentu secara logika juga menetapkan aturan, agar manusia yang Ia ciptakan mampu bertahan dari segala kesulitan hidup.

 

Mahasiswa seharusnya menjadi agen perubahan untuk mengemban risalah Islam dengan mengoreksi penguasa atas spirit amar makruf nahi mungkar dan menyuarakan solusi Islam karena hanya dengan penerapan sistem Islam meniscayakan masa depan masyarakat gemilang bukan gelap atau suram. Islam adalah akidah sekaligus sebuah peraturan hidup.

 

Dimana Rasulullah Saw. Sepanjang usianya hanya menerapkan Islam, diikuti oleh para sahabat yang dikenal dengan Khalafaur Rasyidin, pengganti Rasulullah yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Berlanjut kepada kekhilafahan yang banyak hingga berakhir pada Kekhilafahan Turki Utsmani. Dunia tak bisa mengingkari bahwa kekayaan Islam kala itu bak mercusuar yang memiliki daya tarik luar biasa dari negara-negara di sekitarnya.

 

Maka, pemuda hari ini, selain memberikan pendapat nyata dalam sebuah demonstrasi juga harus diimbangi dengan tsaqofah Islam agar seimbang antara aqliyah (pola pikir) dan Nafsiyahnya (pola sikap). Sebab menjadi kewajiban untuk meneladani Rasulullah dengan bergabung bersama kelompok dakwah ideologis agar dapat mengawal perubahan sesuai contoh Rasulullah. Allah SWT.berfirman, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya”. (TQS Al-Hasyr :7). Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

PERAN DAYAH DALAM MEMBANGUN PENDIDIKAN DI ACEH

Istilah Dayah sudah sangat populer dalam masyarakat Aceh. Hubugan Dayah dan masyarakat Aceh sudah terjalin sangat erat, sehingga keeradaan Dayah di tengah-tengah masyarakat sudah dapat diterima dan menjadi sebuah gebrakan perubahan untuk menciptakan suasana social kemasyarakatan yang aman, damai dan berpayungkan hukum-hukum Islam.
Keberadaan Dayah telah ada sejak masuknya agama Islam di Aceh yakni pada tahun 800 M. Pada masa itu para pedagang dan mubaligh yang datang dari Arab berlabuh di pesisir Sumatera. Selain melakukan perdagangan, para pedagang dan mubaligh ini juga sangat aktif dalam menyebarkan agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebarannya maka didirikanlah tempat pendidikan Islam yang pada waktu berfungsi sebagai media transformasi pendidikan Islam kepada masyarakat. Sejarah mencatat bahwa Dayah tertua di Aceh adalah Dayah Cot Kala yang sudah berdiri sejak abad ketiga hijriah. Dayah ini menjadi pusat pendidikan Islam pertama di Asia Tenggara dengan tenaga-tenaga pengajar yang berasal dari Arab, Persia, dan India. Fungsi Dayah pada waktu itu masih terbatas untuk tujuan mengIslamisasikan masyrakat yang berada di sekitar Dayah dan untuk menjaga pengamalan-pengamalan masyarakat muslim di sekitar Dayah.
Pada masa itu Dayah lebih terfokus kepada materi-materi praktis, terutama dalam bidang tauhid, tasawuf dan fikih. Namun ketika peran Dayah Cot Kala sudah mulai terlibat dalam pemenuhan kepentingan keraajaan peureulak fungsinya berubah menjadi lebih besar dan mencakup ilmu-ilmu umum dan agama serta keahlian praktis. Dayah berasal dari kata Zawiyah, kata ini dalam bahasa Arab mengandung makna sudut, atau pojok Mesjid. Kata Zawiyah mula-mula dikenal di Afrika Utara pada masa awal perkembangan Islam, Zawiyah yang dimaksud pada masa itu adalah satu pojok Mesjid yang menjadi halaqah para Sufi, mereka biasanya berkumpul bertukar pengalaman, diskusi, berzikir dan bermalam di Mesjid. Dalam khazanah pendidikan Aceh, istilah Zawiyah kemudian berubah menjadi Dayah, seperti halnya perubahan istilah Madrasah menjadi Meunasah (Kanwil Kemenag Provinsi Aceh, 2022).
Dayah yang telah lebih dari seribu tahun berada di tengah-tengah perjalanan masyarakat Aceh, telah sangat banyak memberikan kontribusi pada bidang keilmuan masyarakat Aceh. Dalam sejarah dapat kita temukan bahwa Dayah telah menyajikan berbegai cabang ilmu, baik dalam bidang ilmu agama, kemasyarakatan, kenegaraan bahkan juga dalam bidang teknologi. Oleh karena itu alumni Dayah pada masa lalu benar-benar mendapat tempat dalam masyarakat, tidak hanya didaerah Aceh, bahkan juga ditingkat internasional.
Pada masa sekarang Dayah tetap masih terus memegang peran penting dalam pembinaan moral akhlak masyarakat Aceh dalam kehidupan sehari-hari. Dayah juga merupakan salah satu lembaga Pendidikan Islam yang ada di Aceh dengan kurikulumnya mengajarkan tentang kitab-kitab kuning, mendidik santri menjadi kader-kader ulama di masa mendatang, dan Dayah juga merupakan salah satu pendidikan tertua di Aceh
Dayah sebagai lembaga yang sangat mampu memberdayakan masyarakat untuk mengembangkan potensi fitrah manusia, sehingga mereka dapat memerankan diri secara maksimal sebagai hamba Allah yang beriman dan bertakwa, serta esksistensi Dayah juga masih semakin diakui dalam memainkan perannya di tengah-tengah masyarakat sebagai lembaga dakwah.
Sesuai yang dikutip dari KaKanwil Kemenag Aceh peningkatan jumlah Dayah di Aceh sangat pesat, tercatat ada 400 Dayah baru bertambah di Aceh hanya dalam kurun waktu 2 tahun, sehingga total jumlah saat ini ada 1.626. Dari jumlah ini terdapat 916 unit Dayah yang di dalamnya berbentuk madrasah atau sering disebut Dayah modern.
Semakin berkembang pesatnya jumlah Dayah di Aceh hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya lembaga pendidikan Islam Dayah pada zaman ini. Oleh sebab itu fungsi Dayah tidak hanya untuk mendidik generasi-generasi muda agar bisa menguasai ilmu untuk menghadapi globalisasi, namun lembaga pendidikan Dayah juga harus menjadi agen perubahan sosial dalam masyarakat, sehingga dengan gerakan sosialnya diharapkan dapat terbentuknya masyarakat yang madani. Sehinggga eksistensi Dayah secara landasan sosial historisnya telah berperan aktif dan memilki ilmu untuk melakukan perubahan social dalam masyarakat.
Agama Islam juga memiliki konsep dalam perubahan social, yakni bahwa dakwah memiliki peran untuk memulihkan keseimbangan mengarahkan pembebasan, persaingan ataupun tampak dinamika budaya yang lain, sekaligus meletakkan pola dakwah dalam berbagai perspektif termasuk perspektif kultural. Dakwah pada wilayah ini, berfungsi sebagai Agent Of Sosial Change. Dakwah dalam wilayah ini menjadi pusat atau sentral setiap perubahan sosial, ia mengarahkan dan memberikan alternatif padanya, ia memanfaatkan budaya yang ada dan memolesnya dengan warna Islami.
Terjadinya perubahan sosial, juga sangat berpengaruh dalam proses dakwah Islam yang ada dikalangan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari Cara pandang, cara berfikir dan cara bertindak masyarakat dapat berubah dengan drastis terhadap fenomena-fenomena yang ditemui dalam keberagaman masyarakat. Pada hal ini dakwah Islam harus mampu mengimbangi perubahan sosial yang terjadi di masyarakat untuk mengarahkan kepada hal-hal yang bersifat positif demi tegaknya dakwah di kalangan masyarakat serta seorang dai harus bisa memberikan solusi yang konstruktif sesuai dengan ajaran Islam yang dinamis, transformatif dan mengerakkan umat manusia untuk bangkit dari keterbelakangan menuju cahaya iman dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini bertujuan agar jalan dakwah dapat terus berlanjut dan lebih mudah diterima dalam kalangan masyarakat zaman ini.
Dayah dan masyarakat merupakan sebuah hubungan yang sudah terjalin erat sehingga keberadaan Dayah di tengah-tengah masyarakat dapat diterima dan menjadi sebuah gerakan perubahan dalam menciptakan suasana yang Islami bagi masyarakat itu sendiri kemudian masyarakat dan Dayah tidak lagi terjadi pertentangan baik dari pihak Dayah maupun dari kalangan masyarakat.
Oleh karena itu seluruh kegiatan atau aktivitas-aktivitas dakwah Dayah seperti majelis taklim di berbagai daerah di Aceh diharapkan nantinya dapat menciptakan berbagai perubahan social positif sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh orang banyak, serta dalam menjalankan aktivitas dakwahnya, sebab itu lembaga pendidikan Islam Dayah tidak hanya menajdikan hanya santri saja yang menjadi sasaran dakwahnya, akan tetapi seluruh elemen masyarakat juga yang di luar Dayah dapat mendapatkan ilmu tentang pengetahuan agama dari hasil aktivitas dakwah yang dilakukan Dayah dan perubahan social dapat dirasakan oleh masyarakat dari sebelum adanya Dayah hingga Dayah itu hadir di tengah-tengah masyarakat mampu memberikan perubahan, baik dari pengetahuan tentang agama maupun dalam proses pengamalan ibadah. (Hamdan 2017, 9: 119)

Sumber Gambar : NU Online.

Penulis Merupakan Mahasiswa Prodi Bimbingan Dan Konseling Islam, Institute Agama Islam Negeri Langsa, KKN-T(DR) Berbasis Medsos Smester Ganjil 2022-2023.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *