MBG, Gimmick atau Gemati?
Suara Netizen Indonesia, Sejak 6 Januari, program Presiden Prabowo Subianto berupa Makan Bergizi Gratis (MBG) diluncurkan, menyasar sekitar 600.000 anak sekolah di 26 provinsi di Indonesia.
Juru bicara Istana Kepresidenan, Adita Irawati mengatakan , daerah penerima makan bergizi gratis ini khusus untuk wilayah perkotaan dan kabupaten yang sudah pernah menjalankan uji coba sebelumnya. Artinya, penerima program diseleksi.
Pemerintah telah menyiapkan setidaknya 190 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang juga tersebar di puluhan provinsi tersebut untuk mendukung lancarnya program. Dan sebagai program baru, tentulah muncul berbagai hal di luar ekspektasi.
Baca juga : .
Bagi-bagi Bansos, Demi Kebutuhan Negara atau Perolehan Suara
Netizen begitu sigap mengupload foto-foto anak-anak sedang makan, ada yang berekspresi suka hingga membuat puisi terimakasih , ada yang tidak berselera, ada yang tidak dimakan karena ingat orang rumah dan lain sebagainya.
Menunya pun jadi santapan bagi netizen, dengan membandingkan daerah satu dengan lainnya, sesuai rencana Prabowo yang ingin setiap wilayah menggunakan menu asli daerahnya sekaligus memberdayakan UMKM di wilayah tersebut.
Ada yang mewah karena plus susu ada yang mengenaskan dengan hanya sayur pahit dan buah seadanya. Bahkan lebih dari itu, netizen yang membandingkan dengan Korea, India dan lainnya, negara dimana Presiden Prabowo mencontoh program makan bergizi mereka.
Baca juga :
Allah Tak Suka Orang Ingkar (Kafir)
MBG sendiri bertujuan (1) Peningkatan gizi anak; (2) Pengurangan kelaparan; (3); Peningkatan konsentrasi dan prestasi akademik; (4) Pengurangan ketidaksamaan; (5) Dukungan bagi keluarga berpenghasilan rendah (detik.com, 6-1-2025). Faktanya, dengan jatah Rp 10 ribu per menu, netizen juga membandingkan dengan masakan ibu di rumah. Yang jauh lebih bergizi dan bervariasi.
Belum lagi mencuat keluhan para penguasa kantin sekolah, penjual makanan yang biasa mangkal menunggu anak-anak keluar istirahat dan menghabiskan dagangan mereka, setidaknya menurut pengakuan mereka mengalami kerugian hingga 70 persen.
Berita terakhir beredar larangan dari pihak sekolah memfoto pembagian makan tersebut. Ada apa? Lantas MBG ini sekadar Gimmik atau memang hati penguasa mati.
Pengamat kesehatan dari lembaga kajian Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (Cisdi), Diah Saminarsih mengatakan, persoalan-persoalan yang muncul itu sangat krusial yang harusnya segera dievaluasi dan diperbaiki pemerintah sesegera mungkin.
Sebab jika terlambat, bahan makanan dan anggaran yang digelontorkan akan terbuang sia-sia.
Menanggapi berbagai pendapat yang muncul, Juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Prita Laura, menyebut makan bergizi gratis sudah sesuai yang diinginkan pemerintah kendati diakuinya masih banyak perbaikan.
Adapun terkait standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) dalam makan bergizi gratis, klaimnya, juga sudah dipikirkan dengan melibatkan ahli gizi di tiap-tiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur. Kendati demikian, dia meminta publik agar terus mendukung program ini (BBC.com, 9-1-2025).
Pengurusan Negara Semakin Minim
Sebetulnya miris jika program MBG ini dihubungkan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan gizi anak, meningkatkan kosentrasi anak hingga mendukung kebutuhan keluarga miskin. Sebab jelas tidak berkorelasi bahkan cenderung membuktikan jika negara semakin minim mengurusi urusan rakyatnya.
Ada banyak cara yang lebih jitu untuk mewujudkan tercapainya generasi sehat, tidak stunting hingga rakyat sejahtera. MBG seolah hanya menggantikan peran ibu memenuhi gizi harian anaknya, sementara bagaimana penafkahan agar asap dapur tetap mengepul diabaikan.
Islam Wujudkan Sejahtera Hakiki
Program Makan Bergizi Gratis di negara barat memang belum didapatkan hasil, meskipun gagasan itu sudah diterapkan selama puluhan tahun. Wajar jika pesimis menjalar melihat fakta program yang baru berjalan beberapa hari ini saja sudah menuai berbagai protes.
Dalam pandangan Islam jelas MBG ini tidak akan pernah diselenggarakan. Sebab, berbagai persoalan yang muncul, baik soal pendidikan, kemiskinan dan lainnya muaranya hanya satu. Yaitu penerapan kapitalisme, dimana kebebasan mutlak dipenuhi oleh mereka yang bermodal besar, ikut mengatur urusan rakyat sementara negara pengurus adminitrasinya saja.
Negara wajib menerapkan ketahanan pangan melalui penerapan sistem ekonomi Islam, berikut sistem pendidikan yang berbasis akidah Islamiyyah. Negara tidak wajib mencontoh negara barat, justru pembiayaan seluruh operasional negara berbasis Baitulmal. Melarang
Itulah mengapa kita butuh pemimpin yang memahami amanah kekuasaan bukan main-main. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]. Wallahualam bissawab. [SNI].
Komentar