Nataru dan Bias Toleransi

Negeri ini bersiap menyambut perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru). Seluruh jajaran terkait pun memastikan hal itu. Termasuk Pemkot Surabaya, dengan fokus utama pada pengamanan tempat ibadah dan menjaga kerukunan umat beragama. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan pentingnya kerja sama semua pihak untuk memastikan keamanan dan kenyamanan warga, terutama umat Kristiani yang merayakan Natal.

 

Langkah ini bertujuan untuk mencegah terjadinya insiden yang tidak diinginkan selama perayaan Natal.
“Gereja tidak boleh lengah, termasuk masjid juga. Pengelola tempat ibadah harus memperketat pengamanan, terutama di pintu masuk yang dijaga satpam. Jika ada orang dengan pakaian tertutup rapat, seperti bercadar, satpam harus menanyakan keperluannya,” tegasnya. Sebagai upaya memperkuat toleransi dan kerukunan umat beragama, Eri mengajak seluruh warga Surabaya untuk terus menjaga keharmonisan yang telah menjadi ciri khas Kota Pahlawan. (Jawapos.com, 13-12-2024)

 

Kembali berulang seruan toleransi, yang jika kita telisik lebih dalam, akan tampak bertentangan dengan ajaran Islam. Meski disampaikan oleh Menteri Agama atau pejabat pemerintah lainnya, tetapi tak menutup kemungkinan terjadi bias. Masyarakat awam dapat terjerat dengan istilah tersebut, sebab toleransi menjadi alat untuk ‘melunakkan’ Islam, yang sejalan dengan itu diberi label garis keras, fanatik, kaku dan sebagainya. Bahkan anehnya, seruan toleransi menguat saat perayaan hari besar agama nonmuslim, sementara pada perayaan hari besar umat Islam, tidak. Seolah mereka adalah obyek penderita, hingga perlu perlindungan, atas nama toleransi.

 

Selain itu, tidak adanya pemahaman yang sahih di sisi penguasa, terhadap tugas dan perannya, menjadikan para pejabat negara ini gamang mengakomodir hak warganya. Hingga segala kebijakan yang mereka lakukan, tidak selaras dengan syariat. Padahal sejatinya mereka bertanggung jawab menjaga akidah umat. Mereka pun harus menjauhkan pemikiran lain di luar Islam, yang akan menggerus keimanan, seperti ide hak asasi manusia (HAM), moderasi beragama, sekularisme, sosialisme, dan lain-lain. Sebab hal tadi akan menjauhkan umat dari pemahamannya yang lurus. Apalagi toleransi hari ini, memang tak jelas wujudnya. Ia dapat melucuti akidah Islam yang sempurna, dan mengemasnya kembali dalam bentuk baru, yang seolah manis dan kekinian.

 

Karenanya jelang akhir tahun ini, umat perlu waspada dan menjaga diri, agar tetap dalam ketaatan pada Allah SWT. Sinkretisme kerap kali terjadi pada peringatan Natal dan tahun baru. Perlu adanya pengingat agar kecenderungan masyarakat tetap terarah pada Islam, sebab gempuran akidah akan semakin masif dan sulit dihindari, melalui media dan kebijakan pemerintah.

_
Toleransi dalam Islam
_

Islam memiliki definisi yang jelas soal pelanggaran hukum syarak. Islam juga memiliki konsep yang pasti tentang tata cara interaksi dengan umat agama lain, pun pandangan tersendiri terhadap toleransi, yakni dengan membiarkan mereka beribadah menurut agamanya. Tidak perlu ada jalan tengah, tawar menawar, atau pencampuradukkan agama. Prinsip toleransi dalam Islam ini, telah terbukti mampu menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat dan pernah diterapkan secara kafah saat kepemimpinan Islam menguasai 2/3 dunia, selama hampir 13 abad lamanya.

 

Saat terjadi perayaan hari besar agama lain, para pemimpin akan memberikan nasihat takwa agar umat tetap terikat dengan aturan Allah. Tujuannya agar umat tetap teguh, di momen krusial yang berpotensi membahayakan akidah umat. Negara juga menyiapkan Departemen Penerangan (JihazIlamy) yang akan memberikan penjelasan tuntunan Islam. Negara juga memiliki perangkat, yaitu Qadhi hisbah yang akan mengawasi, menjelaskan hukum Allah dan menegakkan sanksi tatkala terjadi pelanggaran, di tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya interaksi umat antaragama.

 

Islam pun memiliki pandangan tersendiri terhadap toleransi, tidak seperti yang diaruskan saat ini, dan tidak boleh kebablasan. Jangan sampai terjadi aktivitas pembenaran dengan dalih toleransi, untuk mengaruskan moderasi beragama atau sinkretisme. Toleransi dalam Islam, bukanlah toleransi bebas tanpa batas. Bukan pula toleransi dengan mencampuradukkan yang hak dan batil, sebagaimana disampaikan Allah SWT dalam QS Al-Baqarah ayat 256,Tidak ada paksaan dalam (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, sungguh ia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus, dan Allah maha Mendengar lagi maha Mengetahui.”

 

Islam memberikan kebebasan kepada setiap umat beragama untuk memeluk agamanya masing-masing tanpa ada ancaman dan tekanan, serta paksaan untuk memeluk Islam. Rasulullah saw. pernah menunjukkan sikap toleransi, saat menerima delegasi Kristen Najran. Ketika sampai waktunya untuk beribadah, Rasulullah saw. memberi kesempatan beribadah kepada mereka. Khalifah Al-Ma’mun pun memperlihatkan bentuk toleransi, tatkala mendirikan Lembaga Penerjemahan yang dikepalai oleh Hunain bin Ishaq, seorang Kristiani yang profesional di bidang bahasa.

 

Toleransi juga pernah ditunjukkan Muhammad al-Fatih tatkala menaklukkan Konstantinopel. Saat ia memasuki Hagia Sophia, ia menemui umat Kristen, perempuan dan anak-anak, yang tidak ikut berperang dan sedang bersembunyi di dalam gereja. “Jangan takut, kita adalah satu bangsa, satu tanah dan satu nasib. Kalian bebas menjaga agama kalian,” ujarnya. Masih banyak fakta sejarah lainnya yang terbukti mampu menjaga kehidupan manusia, apapun agamanya. Inilah sebaik-baik bentuk toleransi yang harus kita terapkan. Lakum diinukum waliyadiin.

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *