Kapitalisme Mendatangkan Bencana, Umat Butuh Pemimpin Amanah
Suara Netizen Indonesia, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memantau kesiapsiagaan bencana di Pondok Pesantren Muhammadiyah Boarding School (MBS), Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Rabu (11-12-2024). Gibran berharap, dengan adanya kesiapsiagaan bencana ini, para santri tidak panik jika ada gempa atau kebakaran yang tiba-tiba terjadi.
Program ini disebut sejalan dengan misi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk membangun masyarakat yang tangguh bencana, seperti yang tercantum dalam visi besar pembangunan nasional yang berfokus pada keberlanjutan, keamanan, dan kesejahteraan.
Banyak bencana terjadi di negeri ini apalagi jika musim hujan tiba. Sebelumnya, bencana banjir dan tanah longsor telah terjadi pada hari Selasa (3/12) di sejumlah lokasi di Kabupaten Sukabumi.
Data sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Rabu (11/12) menunjukkan sebanyak 20.629 warga terdampak dan sebanyak 3.464 warga mengungsi. Warga Sukabumi pun kesulitan memperoleh air bersih.
Aktivitas pertambangan ilegal merupakan salah satu penyebab bencana longsor dan banjir bandang di Sukabumi. Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, menyoroti kerusakan lingkungan akibat tambang emas ilegal dan mendesak pengadaan reformasi pengelolaan lingkungan.
Anggota Komisi IV DPR, Slamet, juga menyalahkan kerusakan ekosistem di daerah hulu akibat deforestasi dan pengelolaan lahan yang buruk, termasuk lahan HGU milik perusahaan negara. Ia meminta pemerintah segera melakukan reboisasi dan penertiban lahan.
Baca juga:
APBN untuk Bangsa dan Negara, Betul! Tapi…
Sementara itu pada bulan November lalu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, menyarankan agar pengelola pondok pesantren membentuk santri siaga bencana, menyusul terjadinya peristiwa santri yang meninggal dunia dan terluka akibat tertimpa bangunan roboh di Kabupaten Sukabumi. Hal itu disamlaikan Plt Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, Anne Hermadianne Adnan.
Menurutnya, pondok pesantren ke depannya perlu memiliki emergency response team (ERT) atau tim tanggap darurat yang anggotanya merupakan santri dari masing-masing ponpes. Nantinya tim tanggap darurat pondok pesantren akan dikolaborasikan dengan BPBD dalam penanggulangan bencana di setiap kota/kab di Jawa Barat (RRI.com,16-11-2024).
Berbagai musibah dan bencana yang terjadi saat ini mayoritas disebabkan oleh perbuatan manusia. Kerusakan dan pengrusakan lingkungan yang terus terjadi telah menjadi penyebab utama bencana. Akibatnya rakyat menjadi korban.
Mirisnya pemerintah seolah tidak berdaya menghentikan pengrusakan alam, penggundulan hutan dan pengerukan kekayaan alam. Padahal jelas kerugian besar terjadi dan infrastruktur pun rusak, bahkan korban jiwa tak terelakkan. Ini menunjukkan ketidakberpihakan negara terhadap umat. Negara kalah melawan korporasi. Negara gagal menjalankan amanahnya mengurusi urusan umat.
Inilah akibat diterapkannya sistem kapitalisme, sehingga yang berkuasa adalah para korporasi. Korporasi bebas mengeruk kekayaan alam meskipun akhirnya merusak lingkungan.
Baca juga:
Tanpa Syariat, Pengentasan Kemiskinan Hanya Ilusi
Misi pemerintah mewujudkan masyarakat tangguh bencana seharusnya diganti dengan riayah dan pencegahan bencana dengan menghentikan semua aktifitas pengrusakan lingkungan baik oleh individu maupun korporasi. Sebab jika tidak tangguh bencana yang dimaksud justru akan menjerumuskan rakyat pada bahaya dan ujung-ujungnya jadi korban atas kerakusan sistem kapitalisme.
Bencana seharusnya membuat kita muhasabah dan memperbaiki diri. Sistem sekuler yang telah menjauhkan Islam dari kehidupan membuat alam dirusak oleh para korporasi atas ijin penguasa. Allah SWT berfirman yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia” (TQS.Ar-Rum : 41).
Adapun wacana santri tanggap darurat bencana sebenarnya merupakan bentuk lepas tangan penguasa atas ketidakmampuan mengasi bencana. Padahal para santri hakikatnya adalah para penuntut ilmu. Dalam Islam negara seharusnya memberikan fasilitas pendidikan yang aman dan nyaman bagi semua santri, bukan meminta santri siaga saat bencana.
Semakin tampak bahwa penguasa dalam sistem demokrasi tidak paham akan hakikat riayah. Padahal sebagai seorang pemimpin harusnya sadar bahwa kepemimpinan dan jabatan akan menyeret ke neraka jika tidak menunaikan hak kepempinannya dengan benar.
Kita rindu dengan sosok pemimpin Islam, sosok Amirul mukminin Umar bin Khattab yang sangat khawatir dengan kondisi rakyatnya. Dimusim kelaparan, Amirul mukminin ikut merasakan lapar. Khalifah Umar enggan dan tidak mau makan enak di tengah kondisi rakyatnya yang kelaparan. Bahkan disaat musibah penyakit melanda beliau terjun langsung siang malam mengurusi rakyatnya yang sedang diuji sakit.
Baca juga:
Bukan hanya keselamatan manusia dipikirkan, bahkan keselamatan hewan sekalipun diperhatikan. Pernyataan yang fenomenal dan melekat dalam ingatan kita bagaimana besarnya tanggung jawab khalifah Umar atas kepemimpinannya :
“Aku takut jika ada unta jatuh di Irak lalu Allah menanyai diriku mengapa tidak meratakan jalan untuknya”.
Dimanakah gerangan pemimpin adil dan berempati seperti itu? Sudah selayaknya para pemimpin negeri ini berkaca dan koreksi diri. Hanya sistem islam yang mampu melahirkan pejabat amanah dan penuh empati.Wallahua’lam. [ SNI ].
Komentar