Lawatan ke Cina Pulang Membawa Cinta?
Suara Netizen Indonesia–Sejak resmi dilantik sebagai presiden, Prabowo Subianto mengadakan lawatan pertamanya ke Cina, untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping, Perdana Menteri Cina, Li Qiang, dan Partai Komunis China atau Nation People’s Congress (NPC) di Beijing.
Seolah seseorang yang rindu berat datang menemui kekasihnya dengan membawa cinta, kali ini pun Presiden Prabowo sukses menandatangani berbagai kesepakatan MoU dalam berbagai bidang dan komoditas.
Penandatanganan MoU itu dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Sejumlah konglomerat Indonesia juga turut dalam lawatan perdana itu seperti Prajogo Pangestu, Tomy Winata, Garibaldi Thohir, hingga Franky Widjaja.
Baca juga:
Total investasi yang diteken oleh kedua belah pihak sebesar 10,07 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 157,64 triliun. Perjanjian yang diteken antara lain untuk bidang ketahanan pangan, ketahanan energi, dan hilirisasi 26 komoditas.
MoU itu juga menyepakati tujuh hal, meliputi Protokol Persyaratan Fitosanitari untuk Ekspor Buah Kelapa Segar dari Indonesia ke Tiongkok, Pedoman Kerja Sama Teknis untuk Mempromosikan Perikanan Tangkap Berkelanjutan, dan Penguatan Kerja Sama Ekonomi Biru.
Selain itu ditandatangani pula Nota Kesepahaman Kerja Sama Sumber Daya Mineral, Kerja Sama Mineral Hijau, Kerja Sama Penilaian Kesesuaian, dan Kerja Sama Bidang Sumber Daya Air. Airlangga juga menyebut ada pembicaraan mengenai pengembangan kawasan “Two Countries Twin Parks” yaitu pengembangan kawasan industri di kedua negara (tempo.co, 10-11-2024).
Bahkan, pemerintahan Cina juga mendukung program makan bergizi gratis pemerintahan Presiden Prabowo dengan menyepakati pendanaan “Food Supplementaion and School Feeding Programme in Indonesia”.
Presiden Prabowo Subianto menyatakan, pemerintah Indonesia membuka lebih banyak kesempatan untuk China berinvestasi di Indonesia dan akan bekerja keras menjaga iklim investasi dan fasilitas yang baik untuk menyambut para investor dari China. Sebab Cina adalah mitra ekonomi strategis utama Indonesia dan salah satu investor terbesar (kompas.com,10/11/2024).
Rezim Semakin Kapitalis
Apakah ada yang patah hati? Saat sebelum terpilih, begitu besar harapan rakyat akan ada perubahan. Bahkan komposisi partai yang berkoalisi dengan partai pendukung calon presiden tampak tambun, dengan merapatnya partai Islam yang memiliki jargon merubah dari dalam. Namun sebulan setelah pelantikan berasyik mesra dengan negara yang selama ini memorakporandakan perekonomian Indonesia.
Berapa banyak pekerja yang harus di PHK menyusul industri retail gulung tikar terlibas produk Cina yang membanjir? ditambah dengan lebarnya kran impor oleh negara sekaligus konsekwensi negara kita karena bergabung dengan organisasi perdagangan ASEAN dan lain-lain.
Menyusul industri tekstil yang juga akibat peraturan impor dalam UU ciptakerja Omnibuslaw yang mau tak mau harus menerima produk garmen dan tekstil dari Cina, hasilnya membabat habis ekonomi rakyat. Dari sisi transportasi, masih hangat membengkaknya pembiayaan proyek kereta cepat yang membuat APBN kian defisit. Bendungan Jatigede, dan Tol Medan-Kualanamu. Hingga saat ini jumlah investasi Cina ke Indonesia sebesar US$ 15,1 miliar (CNBC Indonesia, 19-10-2023).
Baca juga:
Makan Bergizi Gratis Benarkah Tak Sekadar Janji Manis?
Belum lagi dari sisi perkebunan sawit, kartel dan mafia minyak goreng yang ternyata di belakangnya berdiri pengusaha Cina, belum lagi kasus pencurian tambang, pengelolaan tambang ilegal oleh Cina dan lain sebagainya, yang dampaknya tidak bisa hilang hanya dengan menutup mata.
Kerugian nyata diderita negara, apalagi rakyat. Belum lagi hilangnya ruang hidup rakyat akibat food estate, PIK dan lainnya.
Kemana hati nurani penguasa, dengan bangganya menyatakan Cina mitra terbaik hingga berkomitmen kian mengeratkan kerjasama antar dua negara? Mengapa tak mengambil pelajaran, bahwa apa yang ditawarkan Cina tak pernah gratis. Pendanaan yang dimaksud adalah utang. Sebelum ini negara sudah menanggung utang hampir menyentuh Rp 8000 T, bagaimana dengan tambahannya terbaru? Siapa yang akan berdarah-darah membayar semua utang itu? Rakyat! Ya, melalui pajak.
Cina Datang Dengan Utang
Cina dengan Belt and Road Initiative (BRI), sangat terlihat berambisi menguasai ekonomi dunia termasuk Indonesia. Melalui BRI, Cina mengucurkan pinjaman yang besar yang bisa dicairkan melalui China Development Bank dan Bank Ekspor-Impor.
Suntikan dana investasi ini meliputi wilayah yang dilewati jalur BRI, Cina menggunakan utang untuk memperlancar jalur sutranya. Cina untung, negara-negara yang mendapat suntikan mengalami kesulitan bahkan hingga gagal bayar seperti Zambia dan Sri Lanka. Argentina, Etiopia, Kenya, Malaysia, Montenegro, Pakistan, Tanzania, dan Afrika Sub Sahara. Beberapa di antaranya bahkan kolaps dan runtuh.
Bisa kita bayangkan keruntuhan itu bisa menimpa kita kapan saja, sepanjang masih berhubungan dengan Cina. Cina datang bukan untuk menolong, melainkan meminta beberapa kekayaan alam, atau infrastruktur, dan lainnya sebagai dalih. Siapkah kita?
Khilafah Adalah Negara Adidaya
Kita wajib berhati-hati dan waspada, jika tak mau berakhir sama dengan negara-negara di atas dengan kehilangan kedaulatan negara karena berutang.
Satu-satunya yang mampu menjamin kesejahteraan itu terwujud hanya Islam. Sedangkan Islam tak mungkin menjadi rahmatan Lil alamin jika hanya di pelajari secara teori tapi benar-benar diterapkan.
Baca juga:
Tanpa Syariat Pengentasan Kemiskinan Hanya Ilusi
Dalam Islam, tak perlu seorang kepala negara mengemis “cinta “ ke Cina bahkan negara manapun sekalipun negara itu kaya dan digdaya. Hal itu haram.
Maka dalam rangka menjamin terpenuhinya kebutuhan negara dan rakyat , negara sendiri yang mengelola tambang mineral bukan investor. Negara akan menyiapkan anggaran untuk pengelolaan SDA mulai dari sektor hulu sampai hilir dari anggaran APBN atau Baitulmal, sehingga industrialisasi menjadi agenda prioritas dalam politik Khilafah karena visi negara Khilafah adalah menjadi negara mandiri, kuat, dan menjadi adidaya.
Baitulmal mempunyai 12 pos sumber pemasukan yang masuk dalam kategori harta milik negara, seperti ganimah, kharaj, jizyah, harta milik umum, seperti laut, sungai, listrik, hutan, barang tambang yang depositnya berlimpah dan harta zakat.
Khilafah akan mempersiapkan SDM berkualitas untuk membangun industrialisasi yang dimulai dengan membangun sistem pendidikan dengan landasan akidah Islam. Sehingga menjadi manusia yang memiliki kepribadian Islam dan memiliki keahlian. Ia lebih takut kepada Allah, dan menjadikan ketakwaan sebagai landasan ia bertindak.
Termasuk membangun ekosistem masyarakat yang mencintai ilmu, riset, dan inovasi. Menyiapkan anggaran untuk pendidikan gratis, termasuk riset inovatif yang berlandaskan pada visi negara, yaitu menjadi rahmat bagi seluruh alam. Rahmatan lilalamin.
Sepanjang sejarah peradaban Islam dengan kekhilafahan tak pernah terjadi inflasi atau deflasi. Dan negara memiliki dana yang cukup untuk membangun berbagai fasilitas umum, pendidikan, keamanan bagi rakyatnya. Hingga Umar bin Abdul Aziz, dalam dua tahun pemerintahannya tidak bisa ditemui orang yang wajib terima zakat.
Ia memerintahkan para walinya untuk mencari pemuda yang hendak menikah namun tak memiliki modal, pemuda yang berutang dan hasilnya sebaliknya, tak ada satu pun rakyatnya yang dia datangi melainkan sudah sehat dan merasa aman. Indonesia pun semisal diembargo, insyaallah dengan kekayaan alamnya pasti bisa mencukupi, sayangnya rezim baru tak beda dengan pendahulunya, bahkan kini semakin kapitalis saja.
Allah swt. berfirman, “Katakanlah (Muhammad), “Tuhanku, masukkanlah aku dengan cara masuk yang benar, dan keluarkanlah (pula) aku dengan cara keluar yang benar, serta berikanlah kepada diriku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (agama Allah).” (TQS al-Isra’ 17: 80).
Yang dimaksud dengan kekuasaan yang menolong adalah penggunaan kekuasaan hanya untuk memuliakan Islam dan menerapkan aturan-aturan dari Allah swt. saja. Namun jika kekuasaan untuk berkerjasama dengan kafir atau musuh-musuh Allah, jelas akan mendatangkan azab Allah, nauzubillah. Tidakkah ini cukup menjadi peringatan bagi kita? Wallahualam bissawab. [SNI].
Komentar