Tanpa Junnah, Darah dan Nyawa Tak Berharga
Suara Netizen Indonesia–Ada negara rapuh tapi jumawa? Ada, dia adalah Amerika Serikat (AS). Amerika Serikat berada di urutan pertama sebagai negara dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi yakni sebesar 31,45 triliun dolar AS. Jumlah utang Amerika Serikat ini sangat tinggi hingga mencapai 128,13 persen (detik.com, 24-7-2024).
Namun Amerika tetap akan mengucurkan bantuan senilai 3,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 55,8 triliun untuk memperkuat persenjataan dan peralatan militer Israel. Kebijakan ini, menurut Departemen Luar Negeri sudah atas persetujuan Kongres AS. Persetujuan alokasi bantuan terhadap Israel ini dalam rangka mendukung aksi genosida ke Palestina (republika.co.id, 11-8-2024).
Dengan fakta ini, ketegangan di Timur Tengah sudah pasti akan meningkat dan yang dikhawatirkan adalah semakin meluasnya perang Israel di Gaza padahal sudah menewaskan puluhan ribu orang dan menyebabkan krisis kemanusiaan. Peningkatan risiko eskalasi menjadi perang Timur Tengah yang lebih luas ini terjadi buntut dari pembunuhan terhadap pemimpin Palestina Ismail Haniyeh di Iran dan komandan militer Hizbullah Fuad Shukr di Beirut yang memicu ancaman pembalasan terhadap Israel.
Siapa Israel, sehingga Amerika dengan penuh perhatian bersedia menambah bantuan dananya? Sejak serangan militer, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan telah menewaskan hampir 40 ribu warga Palestina dan juga menyebabkan hampir seluruh populasi yang berjumlah 2,3 juta orang mengungsi, menyebabkan krisis kelaparan, dan memicu tuduhan genosida yang selalu dibantah Israel. Akan berapa lama lagi saudara kita di Palestina ini menderita?
Belum usai airmata mengalir, serangan pesawat nirawak atau drone terhadap warga Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar menewaskan puluhan orang, termasuk keluarga dengan anak-anak. Beberapa saksi mata mengatakan para korban selamat terpaksa harus mencari di antara tumpukan mayat untuk menemukan dan mengenali kerabat mereka yang tewas atau terluka (voaindonesia.com, 10-8-2024).
Tiga saksi mata memberi tahu Reuters bahwa Tentara Arakan adalah pihak yang bertanggung jawab, meskipun kelompok tersebut membantah tuduhan itu. Milisi dan militer Myanmar saling menyalahkan atas insiden tersebut. Reuters belum dapat memverifikasi jumlah korban tewas atau secara independen menentukan siapa yang bertanggung jawab.
PBB ada namun tak berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu penjaga keamanan dunia, warga Rohingya telah lama menjadi korban penganiayaan di Myanmar, negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Pada 2017, lebih dari 730.000 Rohingya terpaksa meninggalkan Myanmar. Mereka tak bisa lagi menikmati tanah kelahiran karena kebiadaban penguasa dibantu bangsa kufar.
Myanmar mengalami kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah yang dipilih secara demokratis pada 2021, dengan protes massa yang kemudian berubah menjadi konflik bersenjata yang meluas. Jika kita teliti melihat, bukan semata ada perang saudara tapi lebih kepada genosida khususnya Islam dan pemeluknya.
Tanpa Junnah Umat Islam senantiasa Teraniaya
Muslim Rohingya kembali diburu dan dianiaya. Muslim di palestina masih terus menjadi sasaran penjajah, dan hidup dalam kesulitan yang luar biasa. Mirisnya negara-negara Barat terus membela dan mendukung negara Zionis Israel, mereka menunjukkan standar ganda yang nyata.
Alih-alih memperjuangkan persatuan umat yang hakiki, para pemimpin muslim, khususnya di Indonesia malah sibuk menjalin hubungan mesra dengan Israel dengan dalih perdamaian, ada pula yang sibuk mengurus pembagian konsesi tambang, padahal keadilan hukum sedang dipertanyakan, tak sedikit yang bimbang memenuhi koalisi sehingga karena tuntutan KPU menjelang pilkada. Semua tak ada yang ingat Rohingya atau Palestina.
Kondisi inilah yang menjadikan umat Islam tidak mulia dan terhina. Nasib umat akan terus terpuruk selama tidak ada junnah (perisai) bagi kaum muslimin di manapun sehingga kaum muslimin akan selalu ditindas di mana saja. HAM yang dijunjung tinggi semua warga dunia, tak bersuara saat dihadapkan pada derita kaum muslim ini. Bandingkan jika ada satu saja kasus non muslim yang teraniya, dunia mencela habis-habisan seolah-olah Islam sangat buruk. Semua bergerak mengecam, menjatuhkan sanksi hingga blokade.
Islam Wujudkan Kesejahteran Tanpa Menjajah
Tagar #alleyeofRafa” kini tak lagi antusias, lenyap begitu saja, ditelan isu-isu yang lebih panas , sungguh berbeda ketika umat Islam yang mulia dan terhormat ada di bawah pimpinan Rasulullah , dimulai dari membangun negara Islam di Madina. Kebaikan terus berlanjut hingga saat Khilafah runtuh. Tak ada yang zalim sebaliknya para kafir itulah yang mendapatkan kebaikan Islam selama berabad-abad.
Nasionalisme yang terus ditanam dalam berbagai agenda dan kebijakan membuat kaum muslim melepas ikatan terkuat yang diperintahkan Allah, yaitu ukhuwah Islamiyyah. Ikatan berdasarkan akidah tanpa membedakan ras, suku, bahasa atau warna kulit. Maka, ketika kini sistem berdasar sekulerisme yang memimpin , kaum muslim harus melawannya dengan yang sepadan, yaitu sistem Islam.
Upaya menuju penerapan syariat Islam tidak akan berjalan tanpa munculnya kesadaran umat tentang pentingnya persatuan hakiki sebagai satu umat, sehingga inilah saatnya membangun kesadaran umat, bahwa Islam dan umatnya hanya bisa mulia dalam naungan khilafah. Sebuah institusi negara yang hanya berdasarkan syariat Islam bukan yang lain.
Penyadaran ini membutuhkan keberadaan kelompok dakwah Islam ideologis, yang mengajak umat untuk memiliki perasaan, pemikiran yang sama terhadap Islam. Kesadaran bahwa Islam bukan hanya identitas tapi juga pandangan hidup.
Sebagaimana firman Allah SWT. Yang artinya, “…Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu…” (TQS al-Maidah:3]. Wallahualam bissawab. [ SNI].
Komentar