Banyak Bencana Berulang, Butuh Mitigasi Komprehensif

Suara Netizen Indonesia–Indonesia kembali berduka. Banjir bandang terjadi di Sumatera Barat setelah terjadi hujan lebat (cnnindonesia.com, 12/05/2024). Korban meninggal yang terlaporkan per tangal 15 Mei 2024 adalah sejumlah 58 orang dan terus dilakukan upaya pencarian korban yang hilang (bbc.com, 15/05/2024). Curah hujan yang tinggi memicu terjadinya banjir, longsor, dan lahar dingin mengalir di Sumatera Barat. 

 

Dikutip dari bbc.com, Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, mengatakan bencana banjir dan longsor yang terjadi di daerah sekitar kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan peristiwa berulang yang disebutnya “makin ke sini makin parah”. Pemicu utamanya, tak lain adalah kerusakan hutan yang disebabkan oleh aktivitas penebangan liar dan pembukaan lahan. Para sindikat penebang liar ini, klaimnya, melibatkan orang dalam pemerintah daerah dan aparat hukum dengan menerbitkan dokumen palsu. (bbc.com, 12/03/2024).

 

Banjir juga terjadi di kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara yang berasal dari air luapan Sungai Lalindu dan wilayah lainnya yang berakhir di Jalan Trans Sulawesi (cnnindonesia.co, 11/05/2024). Akibat dari banjir ini, Jalan Trans Sulawesi lumpuh total, sebanyak 6 kecamatan terendam banjir, dan hampir 2000 warga terdampak banjir bandang Konawe (tempo.co, 11/05/2024). 

 

Banyak terjadi bencana di berbagai tempat, bisa karena alam ataupun ulah tangan manusia. Berulangnya bencana dan memakan korban yang banyak, menunjukkan masih dibutuhkan adanya upaya mitigasi komprehensif, sehingga pencegahan dapat optimal demikian pula upaya menyelamatkan masyarakat.

 

Namun, sayangnya negara saat ini menjalankan sistem kapitalisme yang memiliki mindset berorientasi pada materi. Negara mengurus rakyat hanya dinilai dari untung dan rugi nya saja. Dari mindset orientasi materi ini lah maka terjadinya bencana.  Erat kaitannya pula dengan kebijakan pembangunan yang ditetapkan oleh negara, yakni eksploitatif sebab dengan cara eksploitasi alam ini negara mendapatkan keuntungan materi. Akibatnya memberikan dampak buruk, yaitu alam menjadi rusak dan menuai bencana. 

 

Mitigasi bencana hanya bisa optinal dilakukan jika negara memiliki komitmen yang kuat menjadi negara yang mengurusi rakyat, bukan negara yang mengambil keuntungan dari rakyat. Negara semacam ini bukanlah negara yang menerapkan kapitalisme, melainkan negara yang menjadikan Islam sebagai sistem aturan kehidupannya. Mitigasi komprehensif secara sungguh-sungguh akan dilakukan oleh negara sebagai bentuk tanggungjawabnya kepada rakyat dan ketaatan kepada hukum syariat. 

 

Bencana banjir adalah bencana yang kehadirannya bisa dimitigasi terutama dari faktor pembangunan. Pembangunan yang eksploitatif akan merusak lingkungan. Maka agar tidak terjadi banjir diperlukan kebijakan pembangunan yang ditetapkan dengan memperhatikan kebutuhan rakyat dan menjaga kelestariaan alam. Kebijakan pembangunan dalam Islam tidak eksploitatif ataupun dekstruktif. Kebijakan ini akan ditegaskan dalam bentuk undang-undang, sehingga siapapun yang melanggarnya akan dikenai sanksi.

 

Selain kebijakan pembangunan, untuk mencegah banjir perlu dilakukan pemetaan wilayah rawan banjir. Perlu juga ditetapkan kebijakan tidak boleh ada pemukiman di daerah yang rawan bencana seperti tanah longsor, tanah cekung, dan sejenisnya. Jika sebelumnya sudah ada penduduk di sana, maka ruang hidup mereka harus direlokasi sehingga sistem kehidupan mereka tidak terganggu. Namun, jika ada pemukiman liar, maka negara harus memberi peringatan hingga melakukan penggusuran. 

 

Demikian jika Islam dijadikan sebagai landasan dalam mengatur mitigasi bencana, maka mitigasi bencana semacam ini tentu mampu mendorong langkah antisipasif sehingga mencegah jatuhnya banyak korban dan memperkecil dampak kerusakan. Wallahua’lam. [SNI].

Artikel Lainnya

Menyambut Ancaman Kekeringan Indonesia, Sudah Siapkah Kita?

Musim kemarau mulai menyapa Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk mengantisipasi potensi bencana kekeringan pada musim kemarau.  Dilansir dari laman Republika.co.id (7/6/2023), Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan, fenomena El Nino semakin menguat dan ditambah adanya Indian Ocean Dipole (IOD) menuju positif dapat memicu kekeringan di Indonesia.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *