Tambang Untuk Ormas, Fix Negara Salah Urus!

Suara Netizen Indonesia–Balas jasa menjadi tema epic akhir-akhir ini, apalagi jika bukan mengenai penjelasan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, bahwa Pemerintah berencana membagikan izin usaha pertambangan (IUP) ke organisasi kemasyarakatan (ormas) melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (kompas.com, 29/4/2024).

 

Banyak pihak menyangsikan ormas mampu menerima pekerjaan besar itu, namun Bahlil memastikan itu bukan persoalan besar,  perusahaan yang memiliki IUP juga tidak sepenuhnya dikelola sendiri melainkan dibantu kontraktor. Maka untuk  ormas bisa diterapkan cara yang sama yaitu mencari partner lain untuk mengelola IUP.

 

Bahlil menjelaskan alasan lainnya, yaitu ormas keagamaan memiliki jasa dalam memerdekakan bangsa Indonesia sehingga sudah selayaknya mereka diberikan IUP untuk mengelola usaha pertambangan. Bahlil mengingatkan fatwa jihad diserukan oleh ormas dan bukan pengusaha. Dengan sedikit menyindir Bahlil juga bertanya mengapa lebih senang negara hadir membantu investor terus menerus daripada ormas?

 

Beginilah bunyi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang kemudian memunculkan opsi ormas boleh menjadi pengelola tambang.  Menurut beleid pada Pasal 75 A yang berbunyi (1) Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan pemberian secara prioritas kepada badan usaha swasta. (2) Ketentuan mengenai pemberian secara prioritas kepada badan usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden (kontan.co.id, 17/4/2024).

 

Pro Kontra Kebijakan

 

Beragam pendapat mencuat dalam menanggapi kebijakan pemerintah ini, di antaranya dari Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eddy Soeparno mengatakan hal ini sah-sah saja, dengan syarat  karena   ormas keagaamaan yang memenuhi persyaratan dan memiliki kapasitas serta kompetensi untuk melakukan kegiatan pertambangan yang diberikan izin.

 

Menurut Eddy  karena ormas keagamaan memiliki fungsi dan peran sosial yang besar untuk masyarakat dan agama. Jika mereka memiliki kemampuan mengelola pertambangan, akan memudahkan mereka bisa swakelola organisasinya tanpa harus berharap ke pihak ketiga untuk bisa mendanai kegiatannya.

 

Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur mengatakan untuk ormas yang betul-betul mengakar di masyarakat mendapat bagian IUP sangatlah bagus. Sehingga bisa dipergunakan untuk pemberdayaan warganya sekaligus  membantu pemerintah mempercepat kemajuan di bidang pendidikan, dakwah, dan kesejahteraan umat. Syaratnya memang harus selektif bukan sembarang ormas.

 

Namun Pusat Studi Ekonomi dan Sumber Daya Alam (Pusesda) menilai, kebijakan ormas diperbolehkan mengelola tambang akan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

 

Hal ini dikatakan oleh Ilham Rifki, Direktur Pusesda,  IUP yang akan dibagikan merupakan hasil dari pencabutan sebelumnya, yang secara hukum terbukti tidak sesuai prosedur dan kewenangannya, yurisprudensinya jelas dapat dilihat dari banyak putusan pengadilan tata usaha negara (PTUN) yang memerintahkan pemerintah mengembalikan IUP kepada badan usaha pemilik sebelumnya.

 

Seharusnya pemerintah  memberikan kesempatan terlebih dahulu dan memperjelas status IUP yang dicabut sebelumnya. Pasal 40 (4) UU Minerba menyatakan bahwa pemegang IUP adalah  yang menemukan komoditas tambang, sehingga prioritasnya kepada pengusahanya.  

 

Sementara ormas keagamaan bukan merupakan subjek yang berhak IUP menurut Undang-Undang Minerba. Pemberian IUP apalagi mineral dan batubara, saat ini harus melalui lelang yang dilakukan secara terbuka untuk di ikuti badan usaha lainnya. Prioritas dimenangkan lelang hanya diberikan kepada BUMN bukan ormas. Sesuai dengan tipologi usahanya yang kompleks, sektor tambang memerlukan keahlian dan modal yang cukup. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa pengusahaan tambang oleh ormas dapat berdampak lebih positif bagi negara.

 

Akibat Kebijakan Kapitalis, Penguasa Tak Fokus Riayah

 

Fix, negara ini memang salah aturan. Ormas bukanlah mewakili hak rakyat yang bisa seenaknya mendapatkan IUP pengelolaan tambang. Seberapa besarnya jasa yang telah diberikan kepada negara, tak ada hak istimewa ini melebihi hak rakyat sebagai pemilik sah barang tambang.

 

 Landasan dalil ormas juga berbeda dari perusahaan. Yaitu apa yang difirmankan Allah Swt.,” Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (TQS Ali Imran: 104).

 

Dengan disahkannya kebijakan nyeleneh ini, ormas keagamaan tak lagi sesuai tupoksinya sebagaimana firman Allah Swt. di atas. Dimana seharusnya menjadi garda terdepan mencerdaskan umat dengan tsaqofah Islam dan bermuhasabah kepada penguasa jika ada pelanggaran hukum syara. Dengan kata lain, meski penanganan pengelolaan secara praktis oleh pemerintah dicarikan partner namun akhirnya ormas keagamaan beralih fungsi menjadi perusahaan yang mencari profit. Bisa jadi pula harus bergandengan dengan perusahaan yang jenis dan akta pendiriannya bertentangan dengan syariat.

 

Jika sudah demikian, akankah bisa fokus pada maslahat umat? Bisakah jalan dakwah mengajak umat pada perubahan berjalan penuh keberkahan karena bersentuhan dengan sesuatu yang melawan Allah Swt?

 

Ini juga menjadi bukti negara makin abai mengurusi kesejahteraan rakyat. Rasulullah SAW bersabda:”Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang gembalaan dan api ” (HR. Abu Dawud). Tambang adalah bagian dari api atau energi, maka haram hukumnya dikuasai oleh individu maupun ormas. Pengurusan harus ada pada negara, yang kemudian mengembalikannya kepada rakyat baik langsung  ( berupa BBM, air, listrik dan lainnya) maupun tak langsung (untuk pembangunan rumah sakit, sekolah, universitas dan fasilitas umum lainnya).

 

Hanya karena berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan, semestinya tak merubah ketetapan syariat bahwa tambang adalah kepemilikan umum, dan negaralah yang wajib mengelola tanpa diberikan kepada pihak lain, asing atau ormas sekalipun. Sebab maksud kepemilikan umum itu bukan saja dari zatnya yang berlimpah di bumi, air atau lainnya. Namun karena jika rakyat kesulitan mengaksesnya  akan timbul dharar (bahaya).

 

Rasulullah saw. Bersabda, “Tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain” (HR. Ahmad, Malik, dan Ibnu Majah).

 

Inilah wajah demokrasi yang bergandeng mesra dengan kapitalisme. Tak ada batasan jelas tentang kepemilikan harta meski bertajuk ormas keagamaan. Dan apakah ini yang diamanahkan oleh UUD 1945 pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi,“bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Sayangnya negara kita mengadopsi kapitalisme sebagai sistem ekonominya, yang hanya mengenal siapa bermodal besar dialah yang berkuasa.

 

Itulah mengapa penguasa gencar menjajakan SDA kita kepada investor asing, sementara rakyat seringkali hanya terkena imbas dari proyek-proyek investasi. Rakyat terusir dari tanah airnya sendiri, hingga hidup yang susah semakin susah. Apapun dikomersilkan sebab investor adalah pengusaha yang hanya tahu untung rugi.

 

Pengaturan Islam Rakyat Sejahtera

 

Pemimpin adalah orang bertakwa dan memiliki integritas di atas rata-rata, dalam Islam , pemimpin wajib mengurusi urusan rakyat dengan syariat. Rasulullah saw. Bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Dan karena pemimpin hanya diwajibkan berhukum kepada syari’at Allah maka bisa dipastikan akan adil.

 

Hal ini tercatat dalam sejarah gemilang selama 13 abad, dimana Islam memimpin karena memiliki peradaban luar biasa dan belum bisa tersaingi hingga hari ini.  Lahir dari penerapan syariat pemimpin (negara),  amar makrufnya masyarakat, saling mengingatkan jika ada kekeliruan termasuk yang menjadi aktifitas sehari-hari partai politik atau ormas. Terakhir karena adanya individu yang bertakwa, yakin bahwa setiap amalan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Wallahualam bissawab. [SNI].

 

 

Artikel Lainnya

Kisruh Pengelolaan Nikel: Korupsi vs Hilirisasi

Dilansir dari BBC News Indonesia.com, kasus korupsi pada tambang nikel ilegal di Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara, yang mana kasus ini menjerat sejumlah pengusaha hingga pejabat, ini menunjukkan masih terbukanya “celah untuk kongkalikong” di tengah tata kelola industri nikel yang sedang “carut marut”, ujar sejumlah pegiat lingkungan dan antikorupsi.

Penyalahgunaan jabatan dan wewenang kembali terjadi. Hal ini erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan, yang memungkinkan terjadinya ekonomi transaksional . Dalam mekanisme ini jelas menguntungkan pengusaha.

Kebijakan pemerintah ini juga mendapatkan kritikan dari Mulyanto, anggota Komisi 7 DPR RI. Ia meminta pemerintah segera mengevaluasi total program hilirisasi nikel yang berlangsung selama ini. Mulyanto menduga program ini hanya untuk menguntungkan investor asing tapi merugikan negara.
Kebijakan yang dianggap akan memandirikan negara dalam pertambangan, pada faktanya tetap bergantung pada investasi termasuk investasi asing. Tentu saja hal ini akan membahayakan kedaulatan negara.
Beginilah dampak kebijakan yang dihasilkan dari sistem kapitalisme neoliberal. Kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh negara terus diarahkan pada kepentingan Para pemilik modal. Negara pada saat ini hanya bertindak sebagai regulator saja yang melayani kebutuhan para kapital yang mengatasnamakan rakyat. Sementara peran utamanya sebagai pelayan rakyat atau umat diabaikan, hal ini didukung dengan prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalisme yang menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada pihak individu atau swasta asing.
Hal ini tentu sangat tidak sama dengan pengelolaan tambang dalam Islam. Karena Islam memiliki mekanisme pengaturan dan pengelolaan Sumber Daya Alam dan pencegahan korupsi yang efektif melalui tiga pilar tegaknya hukum. Ketiga pilar itu adalah ketaqwaan individu, masyarakat yang peduli dan negara yang menerapkan syariat Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *