THR Untuk Peningkatan Ekonomi atau Sejahtera?

Suara Netizen Indoensia–Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2024 yang menetapkan aparatur sipil negara (ASN) menerima pencairan penuh tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 pada tahun ini dan memastikan perangkat desa dan honorer tidak dapat THR.

 

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan perangkat desa, termasuk kepala desa, tidak termasuk aparatur sipil negara (ASN) sebagaimana yang diatur undang-undang. Oleh sebab itu, Pemerintah tidak menganggarkan THR untuk kelompok tersebut.

 

Tito berjanji akan membahas lebih lanjut bersama asosiasi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemungkinan perangkat desa mendapatkan THR dan gaji ke-13 ini dari anggaran dana desa.

 

Demikian juga tenaga honorer, Azwar Anas mengatakan tidak akan menerima THR dan gaji ke-13, kecuali tenaga honorer yang telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

 

Kebijakan ini disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Abdullah Azwar Anas saat konferensi pers pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 untuk aparatur sipil negara (ASN), di Jakarta, Jumat (15/3/2024).

 

Secara rinci, komponen THR dan gaji ke-13 untuk ASN/pejabat/TNI/Polri terdiri dari gaji pokok sesuai nilai penghasilan per Maret 2024 untuk THR, dan Mei 2024 untuk gaji ke-13; tunjangan jabatan/umum; tunjangan yang melekat pada gaji pokok (tunjangan keluarga dan tunjangan pangan); serta 100 persen tunjangan kinerja bagi ASN pusat dan setinggi-tingginya 100 persen untuk ASN daerah.

 

Pemberian tunjangan kinerja bagi ASN daerah mempertimbangkan kemampuan kapasitas fiskal daerah dan sesuai peraturan perundang-undangan.

 

Sementara komponen THR dan gaji ke-13 untuk pensiun dan penerima pensiun di antaranya pensiun pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, dan tambahan penghasilan.

 

Adapun bagi profesi guru dan dosen, komponen yang diterima 100 persen tunjangan profesi, tunjangan kehormatan profesor, atau tambahan penghasilan guru.

 

Pembayaran THR dilakukan paling cepat 10 hari kerja sebelum hari raya Idul Fitri, dilanjutkan dengan pencairan setelah Lebaran bagi yang belum menerima pembayaran sebelum hari raya.

 

Sedangkan pencairan gaji ke-13 dilakukan pada Juni 2024, dan dilanjutkan pencairan pada bulan berikutnya bagi yang belum menerima pembayaran (Antaranews.com, 15/3/2024). 

 

Beban APBN Bertambah

 

Di sisi lain, Sri Mulyani mencatat, anggaran untuk membayar tunjangan hari raya (THR) lebaran Idulfitri 2024 bagi aparatur sipil negara (ASN/PNS) pusat maupun daerah mencapai Rp48,7 triliun. (liputan6.com, 15/3/2024).

 

Alokasi anggaran untuk pembayaran THR lebaran tahun ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 38,8 triliun meliputi komponen gaji pokok dan tunjangan kinerja 50 persen. Mengingat, adanya peningkatan nilai pencairan THR bagi menjadi 100 persen di tahun ini. Hal ini karena gaji PNS sebelunmnya sudah mengalami kenaikan 8 persen.

 

Dengan dicairkannya THR lebaran Idulfitri 2024 secara penuh, Sri Mulyani berharap, akan meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan catatan, para PNS bisa membelanjakan uang THR tersebut untuk membeli produk-produk dalam negeri.

 

THR Tidak Merata, Potret Lemahnya Jaminan Negara Atas Kesejahteraan Pegawai

 

THR hanya untuk ASN, sementara para honorer dan perangkat desa tidak mendapatkannya, padahal mereka sudah mengabdi negara. Waktu, pikiran dan tenaga mereka sudah tercurah sama besar dengan ASN, terlebih mereka yang bertugas di daerah atau wilayah 3 T ( Tertinggal, Terdepan dan Terluar).

 

Sehari-hari kesejahteraan mereka masih tanda tanya. Apalagi sumber dana THR dari APBN, maka sudah seharusnya semua yang mengabdi kepada negara mendapatkan perlakuan yang sama. Bukannya mengeluh ada peningkatan pengeluaran akibat pembagian THR, sudah semestinya apa yang menjadi pendapatan negara, dikembalikan kepada rakyat. APBN sendiri pendapatan yang mendominasi adalah pajak yang dibayarkan rakyat, ASN atau bukan ASN.

 

Perbedaan tersebut menunjukkan kebijakan negara yang berat sebelah. Pemerintah mengaktirikan nya, dan ini terkatagori kezaliman negara.

 

Fakta di atas adalah satu keniscayaan mengingat sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan negara hari ini memiliki keterbatasan sumber pemasukan. Oleh karena itu dana yang ada tidak mencukupi untuk semua pegawai, sehingga dipilihlah para pejabat dan ASN. Bertambahlah lebar jurang perbedaan antara si kaya dan si miskin.

 

Ketidak adilan inilah yang memunculkan pendapat bahwa sejahtera itu hanya milik ASN, berbondong-bondonglah masyarakat memburu lowongan kerja sebagai ASN, karena sudah terbayang apa saja yang didapatkan, tak sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok tapi juga sekunder dan tersier.

 

Tak peduli bagaimana mindset pemerintah bahwa THR dan gaji ke-13 hanyalah untuk peningkatan daya beli, hal ini juga sebuah keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Dimana kebahagiaan diukur dari semakin banyaknya produk yang dikonsumsi untuk memuaskan kebutuhan jasadiyah.

 

Akhirnya memunculkan gaya hidup konsumtif, siapa yang memiliki modal besar dialah yang berkuasa. Sungguh tak manusiawi, kesejahteraan tinggal mimpi.

 

Islam Solusi Terwujudnya Kesejahteraan Hakiki

 

Islam menetapkan Jaminan negara adalah hak atas semua pegawai. Semuanya mendapatkan akses atas jaminan kesejahteraan dari negara.

 

Hal itu mudah karena Khilafah Islam memiliki berbagai sumber pemasukan negara, sehingga mampu menjamin kesejahteraan seluruh pegawai. Bahkan seluruh rakyat meskipun ia bukan pegawai.

 

Yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Dimana negara akan mengelola harta kepemilikan umum dan negara, untuk dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk langsung misalnya BBM, Listrik, Air atau dalam bentuk tidak langsung seperti misalnya pembangunan berbagai fasilitas umum.

 

Baitulmal, sistem keuangan negara telah terbukti mampu menyokong kemandirian negara dalam membiayai rakyatnya tanpa bergantung kepada pajak dan utang luar negeri. Hal ini jelas membutuhkan pemimpin yang adil dan bertakwa, yang hanya tunduk kepada syari’at Allah.

 

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Tidaklah seorang penguasa yang diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Wallahualam bissawab. [SNI]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel Lainnya

Pemerataan Pembangunan Desa, Akankah Menjadi Realita?

Realitasnya bahwa tak semua desa mampu secara finansial membiayai pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya sendiri. Meski ada program Dana Desa yang konon katanya adalah bentuk perhatian pemerintah nyatanya terselip motif lain yaitu neoliberalisme ekonomi melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh tiap desa di negeri ini. Rupanya dibalik program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa di dasarkan pada untung dan rugi.

Terjerat Kredit, Kehidupan Rakyat Makin Terhimpit

Dalam negara bersistem Islam menjadikan tanggung jawab negara untuk memberi gaji yang layak kepada para pegawainya sehingga mereka bisa merasakan kesejahteraan. Prinsip upah dalam Islam didasarkan pada jasa yang diberikan pegawai sesuai dengan jenis pekerjaan, waktu bekerja dan juga tempat bekerja. Selain gaji, negara juga akan memberi tunjangan kepada para pegawainya. Konsep upah seperti ini sangat mampu diwujudkan oleh negara Islam sebab sistem keuangan negara Islam berbasis Baitul mal, bukan pajak dan utang seperti negara kapitalisme. alokasi gaji untuk para pegawai negara diambil dari pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta kharaj, fa’i, usyur, ghonimah, rikaz dan sejenisnya.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *