Islam Melindungi Pembantu Rumah Tangga
Pembantu rumah tangga, bukanlah profesi yang dicita-citakan seseorang. Kemiskinan dan pendidikan yang minim, menjadikan seseorang mengambil langkah ini, sebab profesi yang satu ini memang tidak membutuhkan ketrampilan khusus. Asalkan mereka bisa mengerjakan pekerjaan rumah, maka mereka dapat bekerja menjadi pembantu. Hanya saja tidak semudah itu, berbagai rintangan kehidupan harus dijalani para pembantu ini, di antaranya terjerat dalam kasus kekerasan atau perdagangan orang.
Sebagaimana terjadi beberapa waktu lalu ketika 5 orang Asisten Rumah Tangga (ART) kabur dari sebuah rumah di Jakarta Timur, pada dini hari, sekitar pukul 02.30 WIB. Mereka diduga menjadi korban penganiayaan oleh majikannya sendiri. Tak hanya itu, mereka pun sering telat diberi makan dan belum mendapat bayaran Rp1,8 juta seperti yang dijanjikan.
Peristiwa ini menunjukkan rusaknya hubungan kerja. Terjadi interaksi yang tak manusiawi, akibat penerapan sistem kapitalisme, yang menjadikan relasi kuasa sebagai alat kezaliman terhadap sesama. Di sisi lain kemiskinan dan rendahnya pendidikan membuat seseorang tak memiliki nilai tawar, sehingga ia menjadi bulan-bulanan tindakan zalim.
Mirisnya negara tidak mampu memberikan perlindungan pada ART. Terdapat RUU Perlindungan PRT yang digadang-gadang akan memberikan perlindungan yang komprehensif kepada para pekerja rumah tangga, mengatur tentang pemberi kerja dan penyalur pekerja. Termasuk hal-hal yang berhubungan dengan diskriminasi dan juga upah. Tetapi RUU P-PRT hingga 20 tahun lebih belum disahkan juga. Kalaupun disahkan, negara tak kan mampu memberikan perlindungan hakiki mengingat pembuatan UU hanya formalitas, tak menyentuh akar masalah.
Kondisi faktual selama ini menunjukkan bahwa PRT baik yang terdapat di dalam negeri, maupun yang berstatus sebagai pekerja migran, mereka dalam situasi rentan mengalami kekerasan, pelecehan, penganiayaan, bahkan perbudakan. Di sisi lain, keluhan minimnya ketrampilan pekerja dan potensi kerentanan majikan, juga perlu menjadi perhatian.
Pembantu Rumah Tangga dalam Pandangan Islam
Islam memandang semua manusia memiliki kedudukan yang sama, yang membedakan satu dengan lainnya, adalah ketakwaannya. Aktivitas pembantu dalam rumah tangga menggunakan akad ijaroh, yang terikat aturan Allah dan Rasul-Nya. Paradigma ini akan membuat ART terhindar dari kezaliman. ART diupah setelah ia melaksanakan tugasnya. Pun ia berhak mendapatkan perlakuan yang baik sebagaimana layaknya pekerja lainnya.
Negara juga memiliki sistem persanksian yang tegas dan membuat jera, bagi para pelaku pelanggaran akad ijarah yang terjadi baik si empunya rumah, penyalur tenaga kerja, atau ART itu sendiri. Qadhi Hisbah akan menindaklanjuti terhadap oknum yang meruntuhkan hukum Allah SWT.
Ijarah secara bahasa berarti upah. Sedangkan menurut istilah adalah transaksi atas sebuah manfaat atau jasa yang dimaklumi dan memiliki nilai komersial serta legal (halal) untuk diserahterimakan dengan adanya upah yang jelas. Keterangan ini terdapat dalam kitab Fath al-Qarib al-Mujib:
وَهِيَ لُغَةً اِسْمٌ لِلْأُجْرَةِ وَشَرْعًا عَقْدٌ عَلَى مَنْفَعَةٍ مَعْلُومَةٍ مَقْصُودَةٍ قَابِلَةٍ لِلْبَذْلِ وَالْإِبَاحَةِ بِعِوَضٍ مَعْلُومٍ.
Dalam Islam, negara wajib menciptakan kesejahteraan rakyat, menjamin lapangan kerja bagi para suami atau ayah, memberi pelatihan dan ketrampilan yang memadai agar mereka siap berkarya dengan berbagai keahliannya masing-masing. Islam akan menciptakan peluang kerja bagi laki-laki dengan berbagai proyek yang dibuat negara seperti proyek industri, pertanian, kehutanan, transportasi dan sebagainya. Bagi yang tidak mampu baik laki-laki atau perempuan serta tidak memiliki wali yang menanggungnya, maka menjadi tugas negara untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Negara wajib memenuhi semua kebutuhan masyarakat baik kebutuhan dasar individu seperti pangan, sandang dan papan maupun kebutuhan dasar komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tidak meratanya jaminan tersebut, menjadikan sebagian rakyat hidup miskin dan tidak dapat mengakses pendidikan. Maka mereka pun sulit mengubah nasibnya, kecuali tetap berada dalam kehidupan yang sempit.
Fakta kemiskinan dan pengangguran yang terjadi saat ini karena buruknya distribusi kekayaan sebuah negara. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah ruah hanya dikuasai oleh beberapa gelintir orang yaitu para kapital, dan mengumpulkan kekayaan yang sejatinya adalah milik rakyat. Maka negara harus mengambil alih sumber-sumber kekayaan alam yang berada di tangan mereka, untuk kemudian dikelola secara mandiri oleh negara untuk kemaslahatan rakyat.
Dalam Islam tidak terdapat diskriminasi gender. Semuanya mendapatkan hak dan kewajiban yang setara di hadapan hukum syara‘. Kekhususan perempuan adalah mereka mendapatkan perlindungan yang luar biasa dengan menempatkan mereka di tempat yang aman, yaitu ranah domestik yang kebutuhan finansialnya dijamin oleh walinya. Maka dalam Islam, tidak akan terjadi para perempuan yang yang terlunta-lunta di dalam hidupnya. Yā ayyuhallażīna āmanū aufụ bil-‘uqụd.
Komentar