Tarif TOL Naik, Negara Kapitalis Komersialisasi Layanan Publik
Oleh : Yuchyil Firdausi
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mengumumkan rencana kenaikan tarif untuk 13 ruas jalan tol pada Kuartal I-2024, Senin (15/1/2024). Rencana ini termasuk ruas-ruas tol yang sebelumnya dijadwalkan untuk penyesuaian tarif pada tahun 2023 namun masih dalam proses (kompas.tv, 16/01/2024).
Penyesuaian tarif jalan tol pada Kuartal I-2024 dilakukan setelah Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol terpenuhi. Aturan terkait penyesuaian tarif tol sudah ditetapkan dalam UU Jalan No. 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Di dalam Pasal 48 Ayat 3 tertulis bahwa evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi dan evaluasi terhadap pemenuhan SPM jalan tol (kompas.com, 15/01/2024).
Adanya kenaikan tarif jalan tol menunjukkan adanya komersialisasi jalan tol. Padahal jalan adalah kebutuhan rakyat dan harus disediakan negara secara cuma-cuma untuk rakyat. Namun, paradigma sistem kapitalisme yang diterapkan negara ini menjadikan fokus bernegaranya hanya untuk mencari keuntungan materi. Akibatnya, konsep liberalisasi ekonomi dalam sistem ekonomi kapitalisme telah melegalkan kebutuhan publik hingga kepemilikan publik sebagai objek komersialisasi, termasuk jalan.
Pembangunan fasilitas umum seperti jalan tol, rel kereta api, pelabuhan, dan bandara didasari oleh kepentingan bisnis. Negara juga membuka keran investasi besar-besaran bagi pihak swasta dalam proyek pembangunan ini. Khusus jalan tol, kemudahan tampak dari regulasi yang makin mempermudah investasi bisnis jalan tol oleh pihak swasta. Konsep yang mendasari jalan tol adalah suatu konsep pendanaan dimana dana pembangunan jalan tol sepenuhnya diperoleh dari pemakai jalan tol melalui pengenaan tarif jalan tol. Sedangkan keberadaan investor dibantu oleh lembaga-lembaga pendanaan berfungsi sebagai jembatan agar jalan tol dapat diwujudkan dan menghasilkan pendapatan. Oleh karena itu dalam sistem kapitalisme jalan tol tidak akan bisa diakses secara gratis atau cuma-cuma.
Padahal pemerintah berkewajiban menyediakan dan menjamin terselenggaranya transportasi yang aman, lancar, efisien, bahkan gratis bagi seluruh rakyatnya tanpa terkecuali. Namun pemerintah selalu berdalih keterbatasan anggaran negara. Padahal negeri ini memiliki sumber pendapatan yang besar yang berasal dari sumber daya alam yang berlimpah. Namun akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme kekayaan alam itu menjadi legal dimiliki oleh korporasi atau pemilik modal, dan negara hanya mendapatkan remahan pajak yang nilainya tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan oleh korporasi. Sementara rakyat menjadi pihak yang sangat dirugikan karena tarif jalan tol yang terus naik dan hal ini tentu mempersulit kehidupan rakyat.
Kenaikan secara berkala dengan alasan penyesuaian menunjukkan bagaimana hubungan rakyat dan penguasa, yaitu tak lebih sebagai hubungan dagang atau bisnis. Hubungan ini adalah potret buruk sistem demokrasi kapitalisme yang menjadi landasan kehidupan negara ini. Negara hanya bertindak sebagai regulator yang justru abai terhadap tanggungjawabnya dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan fasilitas umum yakni jalan.
Hal ini berbeda jika negara menjadikan islam sebagai landasan dalam mengatur urusan rakyat. Islam memandang jalan raya adalah bagian dari pelayanan negara dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat dan merupakan hal yang penting. Jalan adalah milik umum, dan negara dilarang untuk mengkomersialisasi kebutuhan rakyat. Negara wajib membangun infrastruktur jalan terbaik dan memadai sebagai sarana transportasi bagi rakyat baik sarana maupun prasarana yang memungkinkan rakyat beraktivitas dengan mudah, nyaman, dan aman.
Paradigma negara membangun infrastruktur jalan bukan berlandaskan bisnis namun bagian dari pelayanan negara terhadap rakyat. Oleh karena itu pembangunannya disesuaikan dengan kebutuhan rakyat dalam hal jumlah penduduk dan kebutuhan akses, bukan berdasarkan pertimbangan keuntungan materi. Infrastruktur jalan akan diakses secara gratis oleh seluruh rakyat tanpa tarif sepeser pun dari negara. Biayanya akan diambil dari pos kepemilikan umum baitul mal. Dana dari pos ini sangat mencukupi untuk membangun infrastruktur dengan teknologi tercanggih. Sungguh hanya pembangunan infrastruktur jalan dalam islam yang mampu tersebar ke seluruh penjuru negeri tanpa tarif. Wallahu a’lam
Komentar