Nasib Muslim Rohingya Tanpa Negara Islam

Masih dalam suasana kesedihan menyaksikan saudara muslim Gaza yang terjahah, umat Islam dihadapkan pada fakta nasib yang teramat memilukan yang dialami oleh muslim Rohingya. Mereka terkatung-katung di laut mencari saudara sesama muslim dari negara lain yang bersedia menerimanya. Sejak tahun 2012 mereka dianiaya secara keji oleh rezim Myanmar. Berbagai perlakuan bengis dari junta militer telah dialami dalam kondisi tak berdaya. Pembakaran rumah, masjid, pasar, pembantaian keji, pembunuhan, pemerkosaan telah lama dihadapi.

Di Bangladesh dam negeri-negeri muslim yang lain mereka banyak mengalami penolakan keras. Selama ini ketika tiba di Aceh, masyarakat Aceh telah menerimanya dengan tangan terbuka. Sebagai sesama muslim, mereka diperlakukan dengan baik, diberikan tempat pengungsian dan makanan.

Hingga baru-baru ini ada narasi yang sangat buruk tentang mereka. Ditambah pernyataan dari beberapa pihak bahwa Indonesia memiliki kewajiban untuk membantu warga asing dari negara lain. Lalu ada opini liar yang menggiring dan mengasut muslim agar tidak ikut membantu Rohingya karena mereka tidak beradab dan lain-lain. Di sisi lain karena Indonesia sendiri masih terbelit masalah ekonomi. Maka seruan penolakan pun lantang terdengar dari berbagai daerah. Yang paling parah adalah menyamakan Rohingya dengan Israel yang dulu dibantu oleh Palestina agar mereka hidup berdampimgan. Namun setelah itu, Israel malah menjajah.

Inilah wajah kaum muslimin di dunia yang memprihatinkan. Di mana-mana ada penjajahan dan penindasan, sementara umat Islam di belahan bumi yang lain tidak mampu mengulurkan tangan. Bahkan terhalang oleh sekat- sekat semu nasionalisme. Jiwa-jiwa muslim meronta ingin menolong namun tangan dan kaki mereka tengah dibelenggu oleh ide negara bangsa bikinan penjajah. Sungguh miris dan menyayat hati. Karena sentimen nasionalisme, muslim Rohingya dipandang sebagai orang asing yang tidak wajib dibantu, padahal mereka saudara sesama muslim.

Nasionalisme, senyatanya adalah ikatan yang merusak karena menjadi penyebab umat Islam tidak bisa bersatu secara hakiki. Hal ini terbukti ketika saudara seiman membutuhkan pertolongan, negara lain tidak mampu menolong dengan pertimbangan untung rugi. Jika membantu pun sebatas rasa kemanusiaan, bukan sebagai kewajiban sesama muslim untuk saling membantu dan memberikan keamanan.

Ketika aturan Islam diterapkan, muslim Rohingya juga seluruh muslim di dunia tidak akan mengalami penindasan sebengis itu. Negara akan segera menumpas kejahatan dan mengerahkan pasukan militer di berbagai negeri-negeri muslim untuk membantu saudaranya sekaligus mengusir penjajah.

Tidak ada lagi sekat-sekat nasionalisme, namun sebaliknya akan menerapkan ikatan akidah Islam yang mampu menguatkan sang perisai, yakni negara Khilafah. Negara dalam sistem Islam memiliki pertanggungjawaban di hadapan Allah tentang seluruh rakyat muslim sedunia. Sungguh sebuah amanah yang berat namun Islam telah banyak membuktikan selama berabad-abad. Negara Khilafah mampu memimpin dan menguasai dua pertiga wilayah di dunia dengan menerapkan keadilan hukum Islam.

Dan dari sinilah kita membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki dedikasi kuat dan integritas yang tinggi. Tidak akan menerima intervensi pemimpin negara lain maupun lembaga internasional semacam PBB. Kasus Rohingya memang rumit, banyak perkara lain yang ditimbulkan. Misalnya tentang adanya karakter orang Rohingya yang tidak baik, masyarakat yang saat ini membantu juga memiliki banyak persoalan ekonomi di negaranya. Ada juga kasus yang menyertai akibat didomplengi oleh para penjahat yang memanfaatkan kondisi ini. Namun semua itu akan mudah diatasi dengan kekuatan negara yang berdaulat. Untuk itu perjuangan mewujudkan negara Khilafah menjadi aktivitas yang sangat urgen saat ini. Wallahu’alam bish-shawab.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *