Kebakaran Hutan Akibat Legalisasi Hukum Buatan Manusia
Hutan adalah paru-paru kota yang seharusnya hijau dedaunan, sangat penting untuk dipertahankan tata kelolanya sebagai nafas kita, indikator kualitas udara dan sejuknya kota.
Dilansir dari KOMPAS.TV.com, selain masalah pencemaran udara di Jakarta, masalah kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Indonesia juga mendapat sorotan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani menyebut pihaknya telah melakukan gugatan terhadap 22 korporasi ataupun perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Dari 22 perusahaan yang digugat, sebanyak 14 perusahaan diketahui telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht dengan total nilai putusan mencapai Rp5,60 triliun. Secara lebih terperinci, 7 perusahaan sedang dalam proses eksekusi dengan nilai Rp3,05 triliun dan 7 perusahaan persiapan eksekusi dengan nilai mencapai Rp 2,55 triliun.
Sangat disayangkan, Jakarta yang merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang beberapa tahun silam dikenal sebagai negara agraris, hijau, asri, namun kini sangat jauh dari labeling tadi, yang mana saat ini telah tersulap menjadi kota yang memiliki tingkat pencemaran udara yang sangat mengkhawatirkan. Tak lain karena dampak dari legalisasi hukum perijinan kepada sejumlah perusahaan yang memiliki efek pencemaran yang sangat buruk pada kawasan lingkungan di sekitarnya.
Kualitas udara yang buruk, asap yang menebal, akan menjalar pada efek domino selanjutnya, seperti rusaknya saluran nafas manusia, stres yang cukup tinggi, batuk, penyakit kulit, dan berbagai dampak lainnya (belum bicara efek ke balita dan ibu hamil).
Kehidupan semacam ini bila terus dibiarkan terus-menerus akan menambah kegelisahan bagi masyarakat, baik yang mencari penghidupan atau tinggal di wilayah tersebut. Hal ini disebabkan karena legalisasi hukum buatan manusia, yang tak pernah mau mengindahkan dakwah politik Islam yang akan mengatur berbagai aspek kehidupan manusia.
Pemerintahlah yang harus bertanggung jawab akan hal ini, karena dari serentetan kebijakan yang telah dilakukan, memberikan dampak pada masyarakat untuk hidup dibawah naungan sebuah sistem rusak. Padahal rakyat sudah disudutkan dengan pemalakan pajak, penyokong roda ekonomi kapitalis, dan sekarang diperparah dengan hadiah spesial yakni rusaknya kualitas udara. Ibarat slogan yang dipasang ke rakyat “nyawa taruhannya”, untuk membayar mahal mereka sang pemangku kebijakan legalitas hukum manusia.
Seruan untuk kembali ke tatanan syariat Islam harus terus disampaikan tanpa henti, hingga perubahan gelombang keinginan masyarakat untuk memunculkan kebangkitan “Kehidupan Islam” tak terbendung lagi, karena telah nyata Islam selama 1400 tahun mampu meriayah masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Islam sebagai sistem kehidupan yang komperhensif yang akan mengatur manusia sesuai dengan fitrohnya dan terlebih dalam tata kelola berbagai industri yang ada di dalam naungannya. Islam identik dengan kebersihan, sehingga regulasi pemanfaatan hutan akan sangat diperhatikan dalam sebuah negara. Wallahu’alam bi showab
Komentar