Ironi Nasib Anak Indonesia di Hari Anak Nasional (HAN )

Oleh : dr. Bina Srimaharani (Praktisi Kesehatan)

Setiap tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Indonesia memperingati Hari Anak Nasional (HAN) ke 39 dengan mengangkat tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Beberapa isu penting diusung dalam kampanye perayaan HAN 2023 ini, diantaranya Cerdas Bermedia Sosial Menuju Generasi Emas, Dare to Lead and Speak Up: Anak Pelopor dan Pelapor, Pengasuhan Layak Untuk Anak Indonesia, Wujudkan Lingkungan yang Aman untuk Anak. Target besar yang ingin dicapai adalah mewujudkan Indonesia layak anak pada tahun 2030 dan mewujudkan generasi emas tahun 2045 tanpa perkawinan dan kekerasan terhadap anak. 

Saat ini kasus terkait anak justru marak. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat 2.010 kasus perlindungan anak sepanjang periode Januari—Juni 2022. Kasusnya meliputi anak telantar, korban bencana, korban konflik, korban perebutan hak asuh, korban penculikan, korban kekerasan seksual, dan korban perdagangan manusia.

Mirisnya, tahun ini, kasus perlindungan anak yang banyak mengemuka adalah kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Berdasarkan data KPAI, sepanjang Januari—Juli 2022, terdapat 12 kasus kekerasan seksual di sekolah.

Tingginya angka stunting di Indonesia memiliki implikasi serius terhadap kegagalan dalam mencetak generasi emas pada tahun 2045 juga membawa ancaman besar terhadap pembangunan berkelanjutan dan kemajuan ekonomi. 

Hal lainnya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga menyebut bahwa angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun di Indonesia selalu mengalami kenaikan, yang menandai bahwa kondisi anak-anak remaja di negeri ini di kepung oleh fenomena pergaulan bebas dan kasus kekerasan seksual terhadap anak. 

Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2018 menunjukkan bahwa 1 dari 17 anak laki-laki dan 1 dari 11 anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual. Dan kasus memprihatinkan ini ternyata banyak terjadi di beberapa kota kabupaten yang sudah mendapatkan penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Sungguh ironis nasib anak-anak Indonesia hari ini. 

Beginilah yang terjadi ketika sekularisme dan liberalisme menjadi asas negeri. Perlindungan terhadap anak haruslah holistik sejak hulu (sumber masalah) hingga hilir (penanganan setelah terjadi masalah).

Negara atau kota yang layak anak hanya bisa terwujud dalam sistem kehidupan Islam yang menyejahterakan anak-anak.

Sungguh sempurna sistem Islam yang memandang masalah manusia secara integral sehingga solusinya melingkupi seluruh aspek. Sistem Islam memiliki lapisan-lapisan perlindungan terhadap anak.

Lapisan pertama adalah kekuatan akidah Islam. Keimanan dalam jiwa setiap muslim akan menjadi pengontrol amalnya sehingga tidak mudah untuk berlaku maksiat, termasuk berupa kekerasan terhadap anak.

Lapisan kedua adalah pendidikan oleh keluarga. Setiap orang tua diperintahkan Allah Swt. untuk menjaga amanah berupa anak-anaknya. Keluarga akan menjadi tempat yang penuh kasih sayang sehingga memberi rasa aman pada anak.

Lapisan ketiga adalah sekolah dan sistem pendidikan yang menaunginya. Pendidikan di dalam Islam bertujuan membentuk sosok berkepribadian Islam, yaitu taat pada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Ketaatan ini akan menjauhkan generasi dari budaya kekerasan.

Lapisan keempat adalah sistem sosial. Islam memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan, juga melarang hal-hal yang merangsang naluri seksual, seperti tabaruj, terbukanya aurat, pornografi, pornoaksi, eljibiti, tempat hiburan, prostitusi, khamar, dan lain-lain. Dengan demikian, kekerasan seksual akan tercegah sejak dari sumbernya.

Lapisan kelima adalah sistem ekonomi. Dengan jaminan kesejahteraan yang Islam wujudkan, para ibu tidak dituntut untuk menjadi bumper ekonomi sampai melalaikan tugas utamanya. Para ibu akan kembali pada fitrahnya, yaitu menjadi ibu dan pengatur rumah sehingga pendidikan terhadap anak berjalan efektif.

Lapisan keenam adalah sistem sanksi. Negara akan memberi sanksi yang menjerakan terhadap pelaku kekerasan. Misalnya, pelaku pemerkosaan akan dihukum rajam atau jilid jika sampai terjadi zina, pelaku pemukulan dan pembunuh akan dihukum kisas atau diat, dan lain-lain.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *