Penghilangan Jejak Digital

Kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak pejabat telah membuka banyak keburukan termasuk kehidupan mewah para pegawai dirjen pajak bahkan para PNS dirjen pajak penyuka moge memiliki komunitas tersendiri, komunitas ini ada di sejumlah daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri Keuangan memerintahkan agar komunitas tersebut dibubarkan karena bisa menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan menimbulkan kecurigaan mengenai sumber kekayaan para pegawai DJP (tribunnews.com, 26/2 /2023).

 

Perintah Menkeu tersebut disampaikan oleh Menko melalui akun instagram resmi pribadinya. Akibatnya beberapa akun Instagram para pejabat atau PNS dalam komunitas moge tersebut diketahui sudah menghapus semua unggahannya atau di privat tampilannya, sehingga tak lagi bisa dilihat. Namun sebelum beberapa akun maupun postingan lenyap, postingan mereka sudah terlanjur beredar luas di dunia maya, tak hanya akun dan postingan komunitas moge yang dihapus, Ibu pejabat yang diduga juga melakukan hal serupa dalam berbagai postingan barang branded dan gaya hidup mewah langsung tidak ditemukan di akun Instagram milikny. Bahkan akun tersebut kini terkunci.

 

Bukan hal yang aneh jika ada kasus yang merugikan pejabat atau orang yang memiliki kepentingan jejak digital, mereka mudah sekali dibersihkan. Jejak digital memang dapat digunakan sebagai bukti adanya kejahatan maupun kecurangan yang mereka lakukan, padahal untuk menghilangkan jejak digital yang dibuat oleh pihak lain atau media tentu tidak mudah bahkan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jelas jika ada pihak yang mampu menempuh langkah ini, tentu pihak tersebut pasti memiliki kekuasaan atau modal besar, mereka melakukan hal ini untuk melepaskan diri dari jeratan hukum atau menghilangkan bukti.

 

Kapitalisme Sekuler Biangnya


Inilah wajah kapitalisme, sebuah sistem yang lahir dari akidah sekulerisme, akidah yang memisahkan agama dari kehidupan. Orientasi hidup manusia yang hidup dalam sistem ini termasuk para pemimpinnya adalah bagaimana mereka bisa menjaga eksistensi kekuasaannya, apapun mereka lakukan agar bisa selamat di dunia.

 

Padahal sejatinya kekuasaan yang mereka miliki beserta pelanggaran hukum yang mereka perbuat akan mendapatkan sanksi kelak di akhirat, dalam sistem kapitalisme wajar jika umat memiliki pemimpin yang khianat dan gemar hidup mewah.

 

Solusi Islam


Pada dasarnya tidak sulit memiliki pemimpin yang amanah asalkan sistem kehidupan yang diterapkan itu shahih. Satu-satunya sistem kehidupan yang shahih hanyalah Islam, Islam menjadikan keimanan kepada Allah Swt sebagai benteng penjaga keta’atan bagi manusia, baik pemimpin maupun rakyat biasa, keimanan ini mampu menghindarkan diri dari perilaku curang atau jahat.

 

Karenanya ketika manusia hidup dalam sistem kehidupan Islam, seluruh masyarakatnya akan dilingkupi oleh suasana keimanan, termasuk para pejabatnya memahami bahwa kekuasaan yang mereka pegang adalah amanah untuk menjalankan hukum syariat Islam, agar urusan masyarakat terurus dengan baik.

 

Mereka juga sadar tanggung jawab kekuasaan mereka, bukan hanya di dunia namun juga di akhirat. Untuk amanah yang besar dan berat ini, seorang mujtahid bernama Syeikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitabnya Assyaksiyah juz dua halaman 95 menjelaskan tiga indikator kriteria penting yang harus dimiliki seorang pejabat, yakni al-quwah (kekuatan), at-taqwa (keta’atan) dan al-rifq bi ar-ra’iyyah (lembut terhadap rakyat dan tidak menyakitkan hati).

 

Al-quwah (kekuatan) yang dimaksud disini adalah kekuatan akliah dan nafsiyah. seorang pemimpin harus memiliki aqliyah yang memadai serta pola sikap yang baik, yakni sabar tidak emosional dan tidak tergesa-gesa. Kekuatan ini akan menjadikan seorang pemimpin mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sesuai syariat, melahirkan kebijakan cerdas strategis serta bijaksana, sehingga keputusan tersebut akan mampu memberi perlindungan dan kesejahteraan rakyatnya.

 

At-taqwa (keta’atan) akan menjadikan seorang pemimpin selalu berhati-hati menjalankan amanahnya, dia tidak akan mudah melakukan penggelapan uang korupsi dan tindakan maksiat lainnya hanya demi gaya hidup mewah. Bahkan jika ada indikasi ke arah itu, maka pemimpin Islam akan menindak sendiri pejabatnya. Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab, beliau pernah menyuruh mujasyi’ bin Mas’ud yang membuang gorden rumah ketika ada laporan, bahwa istrinya memperbarui rumahnya. Hal tersebut beliau lakukan, agar pejabatnya tidak terlena dengan kehidupan mewah.

 

Al-rifq bi ar-ra’iyyah (lembut terhadap rakyat dan tidak menyakitkan hati) akan menjadikan pemimpin itu dicintai dan tidak ditakuti oleh rakyatnya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Aisyah r.a. berkata, saya mendengar Rasulullah saw berdoa di rumah ini, “Ya Allah, siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku kemudian ia membebaninya, maka bebanilah dirinya. Siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurus urusan umatku kemudian ia berlaku lemah lembut, maka bersikap lembutlah kepada dirinya.” (HR.  Muslim). Seperti inilah cara Islam menentukan kualitas para pejabatnya, maka tidak heran jika sistem Islam berdiri 1300 tahun, umat senantiasa dipimpin oleh orang-orang yang hanif (lurus).

Artikel Lainnya

Terjerat Kredit, Kehidupan Rakyat Makin Terhimpit

Dalam negara bersistem Islam menjadikan tanggung jawab negara untuk memberi gaji yang layak kepada para pegawainya sehingga mereka bisa merasakan kesejahteraan. Prinsip upah dalam Islam didasarkan pada jasa yang diberikan pegawai sesuai dengan jenis pekerjaan, waktu bekerja dan juga tempat bekerja. Selain gaji, negara juga akan memberi tunjangan kepada para pegawainya. Konsep upah seperti ini sangat mampu diwujudkan oleh negara Islam sebab sistem keuangan negara Islam berbasis Baitul mal, bukan pajak dan utang seperti negara kapitalisme. alokasi gaji untuk para pegawai negara diambil dari pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta kharaj, fa’i, usyur, ghonimah, rikaz dan sejenisnya.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *