Kekerasan dalam Hubungan, Kenapa Terus Bertahan?

Sungguh miris, kekerasan banyak terjadi tidak hanya pada sebuah hubungan rumah tangga tapi juga pasangan kekasih yang belum menikah.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Tahun 2022, kekerasan terhadap perempuan atau KTP mencapai 11.266 kasus terlapor dengan 11.538 korban, dari jumlah tersebut 45,28 persennya merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT, 1.151 kasus lainnya pelaku adalah pacar. Sedangkan untuk korban kekerasan seksual sebanyak 2.062 korban dari data tersebut (Kemenpppa.go.id, 16/1/2023).

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan, Eni Widiyanti, S.E., MPP., M.S.E mengatakan bahwa, kekerasan terhadap perempuan kerap kali terjadi di ranah domestik atau dalam suatu hubungan, tidak sedikit perempuan di Indonesia yang terjebak dalam hubungan toxic (kemenpppa.go.id, 19/2/2023).

Yang mendasari terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan seperti KDRT, memang merupakan masalah serius apalagi saat ini berkembang kekerasan yang terjadi dalam hubungan pacaran, padahal status ini belum memiliki ikatan yang sah. Tentu saja fenomena ini menunjukkan rusaknya tatanan dan kehidupan sosial di masyarakat.

Sekulerisme Penyebabnya

Sebenarnya, pangkal masalah dari kasus kekerasan terhadap perempuan adalah penerapan sistem sekulerisme, sebab paham ini telah meniadakan aturan agama dalam kehidupan ini, membuat manusia bebas berperilaku menurut hawa nafsunya.

Sekalipun perbuatan tersebut tindakan amoral, maka wajar jika publik sering mendapati fakta-fakta betapa mudahnya para pelaku kekerasan melakukan penganiayaan, bahkan sampai menghilangkan nyawa orang lain demi memuaskannya, meskipun itu kepada orang terkasih seperti istrinya sendiri.

Negara yang menerapkan sekularisme pun akan menjamin kebebasan perilaku warganya dan tidak akan memberlakukan agama sebagai aturan negara, tak heran negara sekuler pun menormalisasi hubungan pacaran.

Padahal para pelaku pacaran seringkali mengklaim pasangannya sebagai miliknya yang bisa mereka perlakukan sesuka hati, sebagaimana hubungan suami istri, ketika terjadi kekerasan mereka juga menuntut keadilan terhadap kasus kekerasan tersebut.

Solusi yang ditawarkan oleh negara sekuler begitu pragmatis, kasus kekerasan terhadap perempuan hanya diselesaikan dengan undang-undang PKS, penjara bagi pelaku kekerasan dan para korban dihimbau untuk berani berbicara atau memberi pendampingan, jika sekiranya mengalami trauma. Padahal solusi ini tidak pernah menyentuh akar masalah sama sekali.

Selama sekulerisme diterapkan sebagai sistem kehidupan masyarakat, bisa dipastikan kasus kekerasan terhadap perempuan akan terus terjadi.

Solusi Islam

Sangat berbeda dengan sistem Islam, ketika menyelesaikan sebuah masalah, Islam akan mencari akar masalah tersebut dan menyelesaikan dengan hukum syariat.

Islam memandang bahwa perempuan adalah makhluk mulia yang harus dijaga kehormatannya, maka Islam melarang hubungan laki-laki dan perempuan tanpa hak, semisal pacaran, hidup bersama dan sejenisnya agar kehormatan keduanya terjaga. Jika ada yang melanggar mereka akan terkena sanksi.

Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya sistem sanksi dalam Islam, menjelaskan para pelaku pacaran akan dikenakan sanksi takzir, ketika mereka sudah berzina maka akan berlaku had zina.

Keistimewaan sanksi Islam ketika diterapkan akan menimbulkan dua efek yakni jawazir atau pencegah dan jawabir atau penembus dosa pelaku, sehingga masyarakat akan benar-benar saling menjaga kehormatan satu dengan yang lain, akan tetapi sanksi tersebut tidak akan bisa berjalan kecuali ada negara yang menerapkan Islam secara total.

Islam mampu menyelesaikan kekerasan dalam hubungan pacaran secara tuntas, Islam hanya menghalalkan hubungan laki-laki dan perempuan dalam ikatan pernikahan, ketika pasangan suami istri menghadapi berbagai masalah yang menimpa, Islam telah memberi aturan dalam persoalan tersebut.

Pertama, pasutri harus memahami bahwa Islam menetapkan pergaulan antara suami dan istri adalah pergaulan persahabatan, yaitu yang dapat memberikan kedamaian dan ketentraman satu sama lain sebagaimana yang dijelaskan dalam Quran surah al-a’raf ayat 189 dan surah Ar-Rum ayat 21, kedamaian dan ketentraman ini akan didapat jika mereka memahami hak istri atas suaminya dan hak suami atas istrinya, hal ini pun dijelaskan dalam Qur’an surah al-Baqarah ayat 228.

Kedua, pasutri harus memahami bahwa Islam memerintahkan pergaulan yang ma’ruf atau baik antara suami dan istri seperti yang diperintahkan dalam Qur’an surah an-Nisa ayat 19 istri diperintahkan untuk ta’at kepada suami dan suami juga diperintahkan untuk bersikap ramah dan toleran serta lembut dalam meminta sesuatu dari istrinya.

Ketiga, pasutri harus memahami bahwa Islam menetapkan kepemimpinan suami atas istri dalam rumah tangga, sebagaimana yang dijelaskan dalam Quran surah an-Nisa ayat 34. Namun perlu dipahami kepemimpinan ini bukan berarti suami boleh bertindak otoriter atau seperti seorang penguasa yang tidak boleh dibantah.

Kepemimpinan tersebut bermakna seorang suami harus membimbing dan mendidik istri agar senantiasa taat pada Allah Swt, ketika istri membangkang atau nusyuz pada suaminya, Allah Swt telah memberikan hak pada suami untuk mendidik istrinya.

Allah Swt berfirman, “Bismillahirrahmanirrahim wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasihatilah mereka, pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka dan jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya,”  (QS An-Nisa 4:34). Pukulan yang dimaksud harus merupakan pukulan ringan yaitu yang tidak membahayakan atau menyakitkan Rasulullah saw bersabda, “jika mereka melakukan tindakan tersebut yakni nusyuz maka pukulah dengan pukulan yang tidak membahayakan atau tidak menyakitkan”, (HR. muslim dari jalur Jabir ra)

Keempat, pasutri harus memahami untuk menyelesaikan persengketaan yang dapat mengancam ketentraman. Islam memerintahkan mereka agar bersabar, sebagaimana yang dijelaskan dalam Qur’an surah an-nisa ayat 19 dan berupaya mencari solusi terbaik.

Inilah Solusi yang ditawarkan oleh sistem Islam dalam menekan bahkan meniadakan kasus kekerasan terhadap perempuan, adakah solusi terbaik selain solusi dari Islam.

Artikel Lainnya

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *