Khalifah Membangun Ulang Kota, Pasca Gempa
“Meskipun terutama digunakan oleh umat Islam sebagai mayoritas penduduk Utsmani, non muslim juga memiliki akses ke gudang biji-bijian, pabrik, dapur umum, jalan dan jembatan.”
(Yalon Ayalon, Associate Professor of Jewish and Middle Eastern Studies dalam bukunya berjudul ‘Natural Disasters in the Ottoman Empire – Plague, Famine and others Misfortune’. Cambrige Unversity Press 2014)
_____________
Turki dan Suriah dilanda gempa dahsyat, pada 6 Februari 2023. Korban tewas mencapai 36 ribu jiwa (Tempo.co, 14/2/2023). Menurut Orhan Tatar, Profesor Geologi, Universitas Cumhuriyet, bahwa kekuatan gempa yang melanda Turki dan Suriah tersebut setara dengan 500 bom nuklir.
Gempa sebesar 7,7 SR dan 7, 6 SR telah menimbulkan kerusakan yang tak terhingga. Empat bangunan bersejarah merupakan warisan budaya dunia dari United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) tampak hancur, yaitu Kastil Gaziantep berusia 2.000 tahun, Masjid Yeni Camii dibangun abad ke-16, Gereja Katolik Latin dibangun abad ke-19, dan Benteng Aleppo.
Mengutip Daily Sabah, Masjid Yeni Camii dibangun di lokasi Masjid Hacı Yusuf yang hancur akibat gempa pada 3 Maret 1894. Pembangunannya dilakukan di masa Khalifah Abdul Hamid II dan dibantu oleh masyarakat, kala itu. Ketika terjadi gempa, Khalifah di Istana Yildiz mengumandangkan azan dan membaca surat al Zalzalah.
Tata kota di masa pemerintahan Utsmani terdapat kompleks Kulliye yang menjadikan masjid sebagai poros areanya dan bangunan lain berdiri di sekitarnya seperti dapur umum, rumah sakit, pemandian, sekolah dan toko-toko untuk kebutuhan masyarakat. Maka tatkala terjadi gempa, bentuk penataan semacam inilah yang akan dibangun lagi, agar masyarakat dapat bertahan hidup.
Setelah Kompleks Kulliye ini berdiri, baru kemudian Khalifah membangun ulang infrastuktur lainnya yakni dinding kota, koridor, gerbang, kubah, taman, toko, pasar, air mancur, saluran air, benteng, gudang gandum, barak militer, jembatan dan jalan-jalan. Semuanya dilakukan sebagai penjagaan terhadap warga baik muslim maupun non muslim.
Aksi cepat tanggap yang seperti itulah yang dilakukan para pemimpin di dalam Islam selain recovery fisik dan psikis terdampak gempa. Di samping itu, perlu adanya perbaikan keimanan bagi para pemimpin hingga warganya. Sebab gempa adalah bentuk peringatan Allah kepada manusia. Sebagaimana dahulu Khalifah Umar bin Khaththab yang segera menulis banyak surat, untuk dikirimkan kepada para wali. Ia menulis di dalam suratnya:
“Amma ba’du, sesungguhnya gempa ini adalah teguran Allah kepada hamba-hamba-Nya. Saya telah mengirim surat ke berbagai daerah untuk keluar pada hari tertentu. Maka barang siapa yang memiliki harta hendaklah bersedekah dengannya. Karena Allah berfirman, ‘Sungguh beruntung orang yang mengeluarkan zakat. Dia mengingat nama Tuhannya kemudian shalat.’
Dan aku perintahkan mereka untuk berdoa sebagaimana yang diucapkan Adam as, ‘Ya Allah, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan merahmati kami, tentu kami akan menjadi orang yang rugi.’
Aku juga perintahkan agar mereka berdoa sebagaimana yang dikatakan Nabi Yunus as, ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Maha Suci Allah. Sesungguhnya aku termasuk orang yang zalim.”
Sama seperti Al Faruq, Umar bin Abdul Aziz pun meyakini gempa terjadi akibat maksiat yang dilakukan rakyatnya. Karena itulah ia memerintahkan rakyatnya bertaubat, dengan doa yang pernah dipanjatkan Nabi Adam as dan Nabi Yunus as, serta memerintahkan mereka mengeluarkan sedekah sebagai wujud taubat dan berserah diri kepada Allah.
Begitu pula halnya tatkala terjadi gempa di Madinah. Rasulullah meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, “Tenanglah, belum datang saatnya bagimu.” Lalu, Nabi menoleh ke arah para sahabat dan berkata, “Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian, maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!”
Komentar