Ngemis Online: Eksploitasi Kemiskinan Demi Keuntungan

 

Video “ngemis online” tengah menjamur di salah satu platform media sosial. Sejumlah orang yang mengaku sebagai content creator membuat tayangan yang tak biasa (anti mainstream). Adegan yang diperlihatkan berupa adegan mengemis sambil mandi lumpur. Mandi lumpur ini dilakukan berjam-jam demi menghibur para penonton. Tayangan-tayangan yang dibuat memanfaatkan fitur gift yang ada dalam aplikasi tersebut. Harapannya untuk mendapatkan jumlah “gift” yang banyak dari viewers. Gift ini pun kemudian dapat ditukarkan dalam bentuk uang.

 

Sekali tayang, sang pemilik akun mendapatkan sekitar 2 juta rupiah  (detikfinance.com, 19/1/2023). Hasil tersebut kemudian dibagi 2 dengan pemeran video. Pemeran pun dari berbagai kalangan, mulai dari anak, pemuda, dan didominasi oleh para nenek. 

 

Mengomentari fenomena tersebut, Menteri Sosial, Tri Rismaharini, menerbitkan surat edaran larangan mengemis online yang ditujukan kepada Pemerintah Daerah setempat untuk menindak fenomena yang kini marak terjadi (kompas.com, 19/1/2023).

 

Surat edaran yang diterbitkan, SE Nomor 2 tahun 2023 tentang Penertiban Kegiatan Eksploitasi dan/ atau Kegiatan Mengemis yang Memanfaatkan Lanjut Usia, Anak, Penyandang Disabilitas, dan/atau Kelompok Rentan lainnya. Mensos Risma pun menegaskan agar para kepala daerah melindungi dan mencegah aktivitas mengemis baik secara offline atau online. Karena hal ini merupakan tindakan eksploitasi yang tak dibenarkan.

 

Para pengemis online ini pun semakin berani mempertontonkan hal ekstrim di luar kewajaran. Merendam diri di dalam air hingga berjam-jam. Mereka juga rela kotor-kotoran mandi lumpur demi mendapatkan sejumlah rupiah. John LBF, pengusaha nasional pun mengkritik video tersebut. Tak sampai hati melihat para lansia dieksploitasi. Kemudian akhirnya John menjanjikan pekerjaan di perusahaannya (TribunMedan.com, 19/1/2023). Namun, jawaban sang pemilik akun justru mengherankan. Dia malah meminta uang dengan jumlah fantastis, yaitu 200 juta rupiah, baru akan menghentikan video aksi “mandi guyur”. Miris.

 

Anggota Komisi I DPR RI, Christina Aryani, meminta agar Kominfo memblokir konten-konten yang meresahkan masyarakat. Termasuk konten “ngemis online“. Seharusnya Kominfo responsif terhadap banyaknya reaksi masyarakat terkait ngemis online. Aksi ini sungguh tak terpuji, merendahkan martabat manusia, dan tak mendidik. Hal-hal yang bersifat eksploitatif harus dinilai sebagai konten yang wajib diblokir. Demikian lanjutnya (antaranews.com, 20/1/2023).

 

Fenomena mengemis online tak hanya aktivitas perorangan. Namun, aksi ini merupakan aksi terorganisir yang dilakukan oleh sindikat. Dan harus sesegera mungkin ditangani dan disolusikan dengan tuntas. Karena diduga kuat mengekploitasi anak bahkan lansia. Konten serupa pun menjamur di negara lain. Tak hanya di Indonesia (BBCIndonesia.com, 19/1/2023).

 

Aksi-aksi mengemis secara online maupun offline merupakan gambaran masyarakat “sakit” di tengah sistem yang rusak. Kemiskinan yang menimpa mayoritas masyarakat di negeri ini tak bisa dilepaskan karena penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini menjadikan setiap barang harus dikapitalisasi. Demi materi. Demi keuntungan semata. Sebagai akibat dari mahalnya biaya kehidupan. Segala bentuk pelayanan, mahal luar biasa. Mulai dari kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, kebutuhan akan hunian yang layak, dan kebutuhan lainnya. Wajar saja, kehidupan rakyat kian sulit.

 

Keadaan ini pun diperparah dengan  derasnya informasi digitalisasi yang diterima tanpa filter. Alhasil, rakyat menjadi hedonis dan konsumtif. Segala keinginan harus dipenuhi tak peduli apapun caranya. Tak peduli standar benar atau salah suatu perbuatan. Keadaan hidup yang berasaskan sekularisme, mendorong manusia menjadi bebas. Tanpa ada aturan agama yang mengaturnya. Hilangnya pemahaman agama menjadikan rakyat apatis. Pasrah dengan keadaan. Hingga akhirnya menjadikan teknologi sebagai  lahan eksploitasi kemiskinan, “ngemis online” mencari pendapatan demi penghidupan. Memprihatinkan.

 

Selayaknya negara menyelesaikan masalah kemiskinan mulai dari akarnya. Tak sekedar solusi parsial yang tak tuntas menyelesaikan masalah. Usaha eksploitasi kemiskinan seharusnya segera dihentikan oleh berbagai kebijakan negara yang menjadi instrumen primer mengendalikan kehidupan masyarakat. Serta menindak tegas mafia-mafia yang memanfaatkan kemiskinan seseorang demi keuntungan pribadi. Namun, semua usaha ini mustahil dilakukan selama negara masih mengampu sistem kapitalisme yang destruktif. Rusak dan merusak. Karena masalah ini adalah masalah sistemik yang hanya dapat terselesaikan dengan solusi sistemik. Hal itu membutuhkan kerjasama berbagai pihak di bawah arahan sistem (aturan) yang sahih.

 

Islam dengan tegas melarang perbuatan meminta-minta.

Abdullah bin Umar ra. meriwayatkan, ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya”.

 

Islam-lah satu-satunya sistem yang dapat tuntas memberantas segala bentuk aksi meminta-meminta. Karena pengurusan rakyat yang berasaskan akidah Islam akan melahirkan kesejahteraan yang merata. Pengelolaan sumberdaya yang amanah menjadikan segala bentuk kebutuhan rakyat menjadi mudah dan terjangkau. Para pemimpin memfasilitasi seluruh kebutuhan berdasarkan keimanan hanya pada Allah SWT. semata.

 

Masyarakat pun diberi edukasi yang menyeluruh tentang larangan meminta-minta oleh negara. Edukasi yang diberikan, otomatis akan menambah rasa iman dan takwa masyarakat secara umum dalam wadah bingkai negara berpondasikan syariat Islam.

 

Kaum muslimin selayaknya tak meragukan sempurnanya pengaturan oleh sistem Islam yang mensejahterakan. Karena hanya dengan sistem Islam-lah, rahmat Allah SWT. akan tercurah merata bagi seluruh umat.

 

Wallahu a’lam bisshowwab.

 

Artikel Lainnya

Quo Vadis Generasi Muda?

Salah satu grup K-pop asal Korea Blackpink, baru saja menggelar konser di stadion utama Gelora Bung Karno (GBK) di Jakarta pada akhir pekan lalu, tepatnya tanggal 11 hingga 12 Maret 2023. Meskipun harga tiket konsernya mahal, tapi laris manis. Apakah ini menunjukan generasi muda yang hedon? dan bagaimana sikap penguasa terhadapnya?

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *