“Buanglah Sampah Pada Tempatnya” hanya sekedar Teori, belum sampai Aplikasi?

Siapa yang tidak kenal dengan kalimat “Buanglah Sampah Pada Tempatnya” ? Dari sejak menginjak Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi pun, pasti pernah menjumpai kalimat tersebut. Seharusnya sekarang sudah tidak ada lagi masalah mengenai sampah. Tapi pada faktanya dilansir dari BandungBergerak.id – Ketika curah hujan pada bulan Desember 2022 ini kian meningkat, mengguyur wilayah Bandung Raya khususnya pada pekan pertama. Bicara Bandung Raya di musim hujan artinya banjir melanda mulai dari perkotaan sampai pedesaan. Banjir bandang dan sungai meluap jadi hal yang tak berkesudahan yang diakibatkan oleh sampah yang melimpah.

Belum lagi pada aliran Sungai Cikapundung kawasan Citereup, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (17/12/2022) warganya membersihkan tumpukan sampah pula. Menurut warga tumpukan sampah kiriman yang terbawa arus aliran Sungai Cikapundung yang menuju Sungai Citarum itu akan terus meningkat dikarenakan volume air yang naik saat intensitas curah hujan yang tinggi.

Mengapa walaupun sudah diajarkan dari kecil bahwa membuang sampah itu harus pada tempatnya, tapi masih banyak yang tidak melakukannya? Artinya itu hanya sekedar tahu saja teori, tapi belum sampai tahap aplikasi.
Setiap Muslim Muslimah wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang guna untuk kemaslahatan, menghindarkan dari berbagai penyakit, tidak israf (tindakan berlebih-lebihan penggunaan barang), tidak tabdzir (menyia-nyiakan) dan tidak membuang sampah sembarangan.

Jika di analisis, hal ini tentunya merupakan salah satu akibat dari sistem Kapitalis yang membebaskan para konsumen untuk bersikap konsumtif dengan dalih kebebasan dan HAM untuk membeli apapun, jika itu menguntungkan para Kapital yang memiliki usahanya. Kemudian edukasi tentang tanggung jawab pengelolaan sampah dari mulai individu, masyarakat hingga negara masih belum maksimal.

Bisa dilihat dari kejadian acara Nusantara Bersatu yang digelar Relawan Jokowi menyisakan sampah berserakan yang mengotori Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (26/11). Jakarta, CNN Indonesia. Artinya belum ada kesadaran dalam diri setiap individu tersebut untuk menjaga lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan. Kemudian pemerintah atau negara pun tidak menindak para pelakunya, yang menyebabkan tidak ada rasa bersalah ketika melakukan kesalahan, yang menimbulkan kejadian terulang lagi.

Berbeda ketika dalam Sistem Pemerintahan Islam, pemerintah dan pengusaha wajib mengelola sampah untuk menghindari kemudharatan bagi makhluk hidup, mendaur ulang sampah menjadi barang yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan umat. Selain itu, ada hal-hal yang akan dilakukan oleh negara dalam sistem Islam ini.

Pertama, meningkatkan peran pelayanan masyarakat dalam pengelolaan sampah sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Kedua, mengedukasi masyarakat tentang tanggung jawab pengelolaan sampah, juga menyediakan fasilitas daur ulang sampah bagi masyarakat untuk mencegah terjadinya dampak negatif dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Ketiga, meningkatkan penegakan hukum terhadap setiap pelaku pencemaran lingkungan agar tercipta efek jera. Keempat, meningkatkan pengawasan terhadap fungsi dan tugas negara dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam pengelolaan sampah. Karena pengelolaan sampah memberikan kemaslahatan besar bagi masyarakat dan juga alam sekitar kita.

Ini semua dilakukan untuk menciptakan kebaikan dan kemaslahatan bagi umat. Tentu hal tersebut bisa menjadi aktifitas yang bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Bukan seperti dalam Sistem Kapitalisme yang hanya menjadikan ajang bisnis. Kepedulian seorang pemimpin dan sebagai umat Muslim yang akan memberikan solusi bagi semuanya hanya dengan Sistem Islam yaitu Khilafah yang mana disitu menerapkan Islam secara Kaffah.

Artikel Lainnya

Pemerataan Pembangunan Desa, Akankah Menjadi Realita?

Realitasnya bahwa tak semua desa mampu secara finansial membiayai pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya sendiri. Meski ada program Dana Desa yang konon katanya adalah bentuk perhatian pemerintah nyatanya terselip motif lain yaitu neoliberalisme ekonomi melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis yang dimiliki oleh tiap desa di negeri ini. Rupanya dibalik program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa di dasarkan pada untung dan rugi.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *