Ali bin Abi Thalib Sosok Pemimpin Adil dan Zuhud

 

Imam Al Baihaqi telah mengeluarkan riwayat dari Isa bin Abdullah Al Hasyimi, dari ayahnya, dari kakeknya, berkata, “Ada dua wanita mendatangi Sayyidina Ali Radhiallahu ‘anhu yang satu wanita bangsa Arab dan satu lagi budaknya. Mereka meminta kepada khalifah. Maka khalifah menikahkan kepada masing-masing dengan mendapatkan satu Kurr (takaran) makanan, dan 40 dirham (perak). Budak Itu pun mengambil apa yang diberikan kepadanya dan pergi.”

 

Sementara wanita Arab (majikan budak) itu berkata “Wahai Amirul Mukminin, Anda memberi saya sebagaimana yang anda berikan kepada budak Ini sementara saya adalah wanita Arab merdeka sementara dia adalah budak?”

 

Sang khalifah menjawab dengan menyatakan, “Aku telah mengkaji di dalam kitab Allah Azza wa Jalla dan tidak menemukan adanya keistimewaan antara anak Ismail dengan anak Ishak alaihi salam”.

 

Artinya, tidak ada bedanya keduanya sama di mata Allah SWT, karena itu Amirul Mukminin tidak mempunyai alasan untuk melebihkan keturunan Ismail atas keturunan Ishak ‘alaihissalam karena memang di dalam Al-Qur’an tidak ada satu dalil pun yang bisa digunakan untuk melebihkan satu dengan yang lain.

 

Itu yang menjadi pegangan dan alasan khalifah untuk menetapkan keputusan tersebut. Meski ada yang memberi catatan sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah bahwa anak-anak keturunan Ismail adalah anak-anak pilihan dari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dengan begitu menurut beliau keturunan beliau lebih mulia ketimbang keturunan Ishak.

 

Ini adalah gambaran tentang betapa adilnya keputusan khalifah terhadap rakyatnya meski melibatkan orang yang mempunyai strata sosial yang berbeda. Satu orang merdeka satu lagi budak bahkan budak dari orang itu sendiri.

 

Sebagaimana dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam Quran surat al-maidah ayat 8

اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Berbuat adil lah kalian, karena itu mendekati pada ketakwaan, bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan”

 

Ketaqwaan khalifah inilah yang juga menjadikan beliau menjadi orang yang zuhud, sehingga tidak silau dengan dunia.

Ibnu Asyakir telah meriwayatkan dari Ali bin Rabiah, berkata, Ja’dah Bin Hubairah datang kepada Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata “Wahai Amirul Mukminin, telah datang kepada anda dua lelaki yang Engkau lebih dicintai oleh salah satunya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri”.

Ada juga yang mengatakan, “melebihi keluarga dan hartanya”.

Sementara yang lain kalau bisa mengorbankan sesuatu untukmu pasti dia akan mengorbankannya, “Engkau akan memutuskan ini terhadap ini.”

Dia menuturkan Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu adhiallahu ‘anhu kemudian menepukkan telapak tangannya ke dada orang itu seraya berkata: “Andai saja Itu milikku pasti aku telah melakukannya. Tetapi yang mempunyai segala sesuatu itu adalah Allah.”
Artinya, beliau merasa tidak berhak mendapatkan cintanya.

 

Dalam riwayat yang lain sebagaimana dikutip Ibnu Asyakir dalam Tarikh Madinah Dimasyqa, disebutkan bahwa khalifah mengatakan “Wahai dunia janganlah Engkau menipuku, tipulah yang lain selain diriku.”

Begitu luar biasanya sikap adil dan hati sang khalifah. Sehingga beliau mampu menjadi pemimpin amanah yang dicintai rakyatnya. Dan dunia pun tak mampu membuatnya silau, termasuk pujian, sanjungan dan cinta orang lain kepadanya.

Inilah gambaran pemimpin, ketika penerapan sistem Islam Kaffah berdiri tegak di muka bumi.

 

Negara dengan sistem kapitalisme demokrasi mustahil menghasilkan pemimpin yang adil dan zuhud sebagaimana aturan Allah sang Maha Pencipta dan pemilik manusia, kehidupan alam semesta, beserta isinya.

 

Sistem kapitalisme hanya akan menjadikan pemimpin bergerak sebagai regulator (pengatur) bukan “periayah” yang memiliki tanggung jawab penuh atas nasib rakyatnya.

 

Pemimpin dalam negara kapitalisme demokrasi berkiblat pada kepentingan korporasi, sedang rakyat justru dibiarkan begitu saja mengurusi tiap kebutuhannya sendiri.

Maka keadilan jelas tidak didapatkan apalagi mendapatkan pemimpin dambaan umat yang taqwa dan zuhud, jelas tidak.

 

Pemimpin muslim yang adil dan zuhud tidak akan mudah didapatkan. Karena pemimpin seperti ini adalah pemimpin yang mencintai rakyatnya menjadikan ketaatan tertinggi hanya pada Allah, memiliki tujuan memimpin untuk memperoleh rida Allah dan yakin bahwa apa yang dipimpinnya akan diminta pertanggungjawaban.

 

Itu semua hanya akan ada apabila negara menerapkan sistem Islam dengan seorang pemimpinnya yang disebut Khalifah. Wallahu’alam bishowwab.

 

Artikel Lainnya

Teroris Musiman yang Tak Berkesudahan

Jelaslah agenda WoT adalah sarana AS untuk melawan Islam dan kaum muslimin serta untuk kepentingan hegemoninya di negeri-negeri Islam. Bagian paling menyedihkan adalah dukungan penguasa negeri Islam yang berkhianat terhadap umatnya. Tidak ada keuntungan sedikitpun dari gerakan ini karena serangkaian penangkapan terduga teroris dan framing berita di media massa selama ini selalu menyudutkan Islam. Hari ini terorisme selalu diidentikkan dengan Islam.

Kisruh Pengelolaan Nikel: Korupsi vs Hilirisasi

Dilansir dari BBC News Indonesia.com, kasus korupsi pada tambang nikel ilegal di Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara, yang mana kasus ini menjerat sejumlah pengusaha hingga pejabat, ini menunjukkan masih terbukanya “celah untuk kongkalikong” di tengah tata kelola industri nikel yang sedang “carut marut”, ujar sejumlah pegiat lingkungan dan antikorupsi.

Penyalahgunaan jabatan dan wewenang kembali terjadi. Hal ini erat kaitannya dengan sistem ekonomi yang diterapkan, yang memungkinkan terjadinya ekonomi transaksional . Dalam mekanisme ini jelas menguntungkan pengusaha.

Kebijakan pemerintah ini juga mendapatkan kritikan dari Mulyanto, anggota Komisi 7 DPR RI. Ia meminta pemerintah segera mengevaluasi total program hilirisasi nikel yang berlangsung selama ini. Mulyanto menduga program ini hanya untuk menguntungkan investor asing tapi merugikan negara.
Kebijakan yang dianggap akan memandirikan negara dalam pertambangan, pada faktanya tetap bergantung pada investasi termasuk investasi asing. Tentu saja hal ini akan membahayakan kedaulatan negara.
Beginilah dampak kebijakan yang dihasilkan dari sistem kapitalisme neoliberal. Kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh negara terus diarahkan pada kepentingan Para pemilik modal. Negara pada saat ini hanya bertindak sebagai regulator saja yang melayani kebutuhan para kapital yang mengatasnamakan rakyat. Sementara peran utamanya sebagai pelayan rakyat atau umat diabaikan, hal ini didukung dengan prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalisme yang menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada pihak individu atau swasta asing.
Hal ini tentu sangat tidak sama dengan pengelolaan tambang dalam Islam. Karena Islam memiliki mekanisme pengaturan dan pengelolaan Sumber Daya Alam dan pencegahan korupsi yang efektif melalui tiga pilar tegaknya hukum. Ketiga pilar itu adalah ketaqwaan individu, masyarakat yang peduli dan negara yang menerapkan syariat Islam.

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *