Badai PHK Massal, Nasib Pekerja Semakin Fatal
Oleh : St. Nurwahyu, S.P
Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai industri di Tanah Air terus berlanjut hingga memicu kekhawatiran stagflasi mulai mendekati Indonesia. Gelombang PHK massal ini bermula dari penurunan permintaan di pasar ekspor, bahkan sampai 50%.
Dilansir dari cnbcindonesia.com, kondisi ini dipicu perlambatan ekonomi di negara tujuan ekspor. Ditambah hiperinflasi di saat musim dingin, yang memaksa konsumen di negara-negara tersebut lebih mengutamakan membeli makanan dan energi.
Jumlah PHK di sektor padat karya dilaporkan mencapai lebih dari 70 ribu orang saat ini. Berawal dari dirumahkan, hingga karyawan kontrak tak lagi diperpanjang masa kontraknya, juga PHK karyawan tetap. Jakarta, CNBC Indonesia.
Misalnya, PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), Jasindo melakukan perampingan bisnis termasuk dengan pengurangan karyawan (PHK). Langkah ini diambil untuk membawa kondisi perusahaan lebih baik.
Fauzi Ichsan, Komisaris Independen IFG mengatakan PHK atau rightsizing lazim dilakukan apalagi bagi perusahaan yang tengah melakukan program penyehatan keuangan.
Sebelumnya, pada laporan tahunan 2021, Jasindo tercatat mengalami risk based capital (RBC) berada dalam teritori negatif atau berada pada level -84,85%. Memburuk dibandingkan periode 2020 di mana RBC perusahaan -77,01.
Selain itu, PHK Massal juga terjadi di Jawa Barat dengan tingkat pengurangan atau PHK tertinggi adalah kabupaten Sukabumi. Data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat menunjukkan, jumlah pengurangan karyawan mencapai 19.066 orang dari 30 perusahaan.
“Semakin ke Januari semakin membesar,” kata Juru Bicara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPPTJB) Sariat Arifia kepada CNBC Indonesia, Rabu (9/11/2022).
Begitu pun terjadi pada pabrik sepatu. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), ada 22.500 buruh pabrik alas kaki yang sudah di-PHK (2/11).
Penyebab gelombang PHK yang dialami industri belakangan ini ditenggarai bukan saja karena efek dari pandemi Covid-19 yang pernah melanda. Namun juga adanya transformasi bisnis di era digital, yang mendorong aktivitas masyarakat dari aktivitas nyata menuju aktivitas digital yang sifatnya cenderung maya yang karena perkembangan teknologi ini memudahkan segala aktifitas manusia. Sehingga dampak pesatnya teknologi inilah yang melahirkan revolusi digital atau revoluai industri yang notabene menjadikan tenaga manusia mulai tergantikan dengan tenaga mesin dan komputer.
Sesuai prediksi, Indonesia di tahun 2030 telah memasuki era otomasi. Tercatat 16% aktivitas pekerjaan yang berimbas pada hilangnya pekerjaan bagi sekira 23 juta pekerja. Angka ini berkali lipat besarnya dari jumlah pengangguran di tahun 2019 yang dicatat BPS sejumlah 7 juta orang. Maka, membengkaknya jumlah pekerja yang akan kehilangan pekerjaannya sebagai dampak otomasi di berbagai sektor akan menjadi ancaman serius bagi stabilitas politik, ekonomi dan sosial.
Sungguh sangat berbahaya jika badai PHK massal ini terus berkelanjutan. Dari sisi masyarakat, pengangguran akan meningkat, daya beli masyarakat menurun karena kepala keluarga tidak memiliki penghasilan. Akhirnya kemiskinan meningkat karena masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Kondisi ini berpeluang meningkatkan angka kriminalitas juga kedepannya. Juga akan menyebabkan Perusahaan dan aset-aset negara mengalami kebangkrutan. Dan negara akan kehilangan pendapatan (devisa) negara.
Demokrasi yang dibangun di atas sekularisme-kapitalisme telah mengunci hati setiap pengembannya. Meskipun awalnya mereka berjuang untuk rakyat, tapi ambisi kepentingan pribadi mengalahkannya. Ibarat hati yang suci dapat ternodai dengan adanya aturan yang di usung sekularisme-kapitalisme.
Dapat dikatakan PHK tersebut salah satu bentuk kezaliman di tengah rakyat. Tidak diberikannya hak-hak para pegawai, pekerja, karyawan atau buruh sesuai dengan yang seharusnya. Hal ini tentu sangat beda sekali dengan Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam, PHK sangat kecil sekali kemungkinannya terjadi. Sebab, prinsip ekonomi Islam yang dianut adalah penyerapan pasar domestik yang sangat didukung oleh negara dalam rangka memenuhi setiap kebutuhan individu masyarakatnya. Selain itu, sistem ekonomi Islam pun mencakup pembahasan tentang tata cara perolehan harta kekayaan dan pemanfaatannya baik untuk kegiatan konsumsi maupun distribusi.
Islam, merupakan agama yang telah disempurnakan oleh Allah Swt. Oleh karena itu, sudah sewajarnya Islam mengatur setiap sendi-sendi kehidupan manusia mulai dari bangun tidur, hingga tidur kembali. Hal ini tidak terlepas dengan masalah perburuhan yang tidak ada habisnya.
Islam menempatkan setiap manusia, apa pun jenis profesinya, dalam posisi yang mulia dan terhormat. Hal itu disebabkan Islam sangat mencintai umat Muslim yang gigih bekerja untuk kehidupannya. Allah Swt. berfirman: “Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah [62] : 10).
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Komentar